Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi
Syubhat:
Kami orang-orang Syi’ah tidak ada masalah dengan ahlussunnah, akan tetapi
permasalahan kami hanyalah karena kalian selalu mendo’akan keridhaan bagi
Mu’awiyah (mengucapkan Radhiyallahu ‘anhu untuk Mu’awiyah).
Sementara imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah tidak mendoakan keridhaan bagi
Mu’awiyah. Itu sebuah bukti bahwa kami dan ahlussunnah selaras, terutama dengan
kaum Syafi’iyah. Di lain pihak, tidak mungkin terdapat persesuaian antara kami
dengan kalian, karena kalian bukanlah Ahlussunnah waljama’ah.
Bantahan:
Sekarang, ikutilah wahai sekalian para pembaca yang budiman, dan perhatikanlah
kedustaan orang syi’ah ini. Pada dasarnya, kedustaan orang Syi’ah itu adalah
satu perkara yang biasa, bahkan tidak akan mungkin menjadi orang Syi’ah sejati
jika tidak menjadi seorang pendusta. Penanya Syi’ah (atau pemilik syubhat) ini
berkata bahwa imam Syafi’i Rahimahullah dan ulama-ulama Syafi’iyah tidak
mendo’akan keridhaan terhadap Mu’awiyah, maka ini adalah sebuah kejahatan
terhadap hak Imam Syafi’i Rahimahullah, karena beliau berdo’a keridhaan untuk
Mu’awiyah sebagaimana dalam kitabnya, al-Umm (II/190) dan
(VI/170) dengan mengatakan: ‘Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu.’ Dia
berdo’a keridhaan terhadap Mu’awiyah dalam kitab lain yang dikenal denganMusnad
as-Syafi’i (I/33).
Bahkan,
Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu adalah seorang faqih menurut Imam Syafi’i yang
beliau banyak berhujjah dengan perbuatan, perkataan, dan periwayatannya. (al-Umm (II/68),
lihat juga al-Muhadzdzab (I/70, 216 dan II/70)
Imam As-syafi’i Rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas
Radhiallahu ‘Anhu perkataannya dari Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu:
« يَا بُنَيَّ
لَيْسَ أَحَدٌ مِنَّا أَعْلَمَ مِنْ مُعَاوِيَةَ»
“Wahai putraku,
tidak ada seorangpun dari kami yang lebih ‘alim dari Mu’awiyah.” (al-Umm (I/290))
As-Syafi’i Rahimahullah juga berhujjah dengan perkataan dan
pendapat Mu’awiyah, sebagaimana dia berkata,
بِحَدِيْثِ مُعَاوِيَةَ نَقُوْلُ
‘Dengan hadits
Mu’awiyah kami berpendapat,’ yakni dalam masalah tardid (pengulangan)
ucapan muadzdzin. (al-Umm (I/88))
Tatkala
dikatakan kepada as-Syafi’i, ‘Kami tidak suka seorang pun witir kurang dari
tiga (rakaat).’ Maka as-syafi’i Rahimahullah membantah mereka setelah
meriwayatkan hadits tersebut dari Mu’awiyah, seraya berkata, ‘Sesungguhnya aku
tidak mengetahui satu sisi pun terhadap apa yang kamu katakan.’ (al-Umm (I/140))
Kami juga
menyebut ucapan keridhaan ulama Syaifi’iyah terkemuka, yaitu Imam an-Nawawi
Rahimahullah yang telah mengucapkan keridhaan serta memuji Mu’awiyah
Radhiallahu ‘Anhu sebagaimana disebutkan dalamRaudhatut Thalibin (XI/98), al-Majmu’ (III/86), al-Adzkar (I/7),
dan Tahdzibul Asma` (I/190).
Agar tidak ada pendusta lain dari kalangan Syi’ah yang
menampakkan diri kepada kita setelah dalil-dalil ini yang mengatakan bahwa
as-Syafi’i Rahimahullah belum mengetahui tentang Mu’awiyah apa yang diketahui
oleh manusia setelahnya, maka saya katakan, ‘Sungguh as-Syafi’i Rahimahullah
telah mengisahkan detilnya kisah yang terjadi pada peperangan Shiffin antara
Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu dan ‘Ali Radhiallahu ‘Anhu. Dan dia tidak mencela
Mu’awiyah, meskipun demikian.
Dengan jawaban ini, kami telah mendatangkan kepada Anda sekalian
dengan kejelasan ucapan as-Syafi’i Rahimahullah dalam mengucapkan keridhaan
terhadap Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu. Maka menjadi mustahil adanya persesuaian
antara Anda dengan kami ahlussunnah, sama saja apakah kami ini bermadzhab
Syafi’i, Hanbali, Maliki ataupun Hanafi. Yang benar, kesamaan-kesamaan itu ada
antara Syi’ah dengan Yahudi dan Nasrani sebagaimana yang telah kami tetapkan
sebelumnya. Berhati-hatilah Anda dari mempermainkan ucapan, lalu
mengelompok-ngelompokkan ahlus sunnah dengan tujuan untuk memecah belah barisan
kami ahlussunnah.
Terakhir, saya arahkan surat saya ini kepada orang yang telah
mengaburkan perkara dengan membawa-bawa nama madzhab as-Syafi’i, lalu
menaburkan keyakinan Rafidhah dari sela-selanya, ‘Kami nasihatkan kepada Anda
untuk kembali dari penipuan ini, dan jangan lagi berbicara dengan
mengatasnamakan imam atau madzhab as-Syafi’i Rahimahullah, sebagaimana kami nasihatkan
kepada manusia agar berhati-hati, dan memahami tipu daya orang-orang seperti
ini.*
Syubhat:
Imam as-Syafi’i Rahimahullah telah bersaksi atas dirinya sendiri bahwa dia
adalah seorang rafidhi, saat dia merangkai bait-bait sya’ir yang di dalamnya dia
berkata:
إِنْ كَانَ رَفْضاً حُبُّ آلِ مُحَمَّدٍ … فَلْيَشْهَدِ
الثَّقَلاَنِ أَنِّيْ رَافِضِيٌّ
“Jika Rafidhah itu adalah mencintai keluarga Muhammad,
Maka hendaknya dua makhluk (jin dan manusia) bersaksi bahwa aku
adalah seorang Rafidhi.”
Ini adalah sebuah dalil terbesar atas kecintaan as-Syafi’i
terhadap Syi’ah, dan penisbatannya kepada mereka.
Bantahan:
Pertama, di awal ini kita harus mencatat bahwa kalian mengakui penyebutan
Rafidhah. Maka, mohon jangan membantah penamaan ini setelahnya, karena kalian
telah berdalih dengan penisbatan as-Syafi’i kepada rafidhi bukan kepada Syi’iy.
Kedua; sekali-kali tidak mungkin Imam as-Syafi’i Rahimahullah
menjadi orang yang memiliki keyakinan rusak menyimpang seperti keyakinan
kalian. Maka klaim bahwa dia menisbatkan dirinya kepada kalian adalah sebuah
kebohongan atasnya. Adapun bait Syi’ir yang kesohor itu maka benar milik imam
Syafi’i, akan tetapi permasalahannya adalah kalian tidak memiliki pemahaman
terhadap bahasa Arab. Barangkali kami memaklumi Anda karena keberadaan Anda
sekalian yang mengambil ilmu dari orang Persia.
Sekarang perhatikanlah bersama saya:
Imam as-Syafi’i
Rahimahullah dengan ucapannya: [إِنْ كَانَ رَفْضاً حُبُّ آلِ مُحَمَّدٍ] Jika Rafidhah itu adalah mencintai keluarga Muhammad,
bermaksud mengungkapkan kemustahilan al-Rafdh[1] dimaknai
kecintaan kepada keluarga Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka
as-Syafi’i Rahimahullah adalah orang ‘Arab tulen, dia mengambil bahasanya dari
al-Qur`anul Karim. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
قُلْ إِنْ كَانَ لِلرَّحْمَنِ وَلَدٌ فَأَنَا أَوَّلُ
الْعَابِدِينَ (٨١)
“Katakanlah,
jika benar Tuhan yang Maha Pemurah mempunyai anak, Maka Akulah (Muhammad) orang
yang mula-mula memuliakan (anak itu).” (QS.
az-Zukhruf: 81)
Apakah Anda memahami bahwa ar-Rahman memiliki anak?! Tidak,
sekali lagi tidak. Oleh karena ar-Rahman tidak memiliki anak itu maka Allah
Subhanahu wa Ta’ala menggunakan susunan bahasa ini untuk menolak ucapan
orang-orang musyrik dan klaim mereka. Maha tinggi Allah setinggi tingginya dari
apa yang mereka ucapkan.
Jadi, Imam as-syafi’i Rahimahullah menggunakan susunan bahasa
al-Qur`an, yang membawa balaghah besar yang layak dengan kedudukan dan keluasan
ilmu Imam as-Syafi’i Rahimahullah. Dia telah mengatakan bait yang lain, dimana
di dalamnya dia menjawab orang yang tidak memahami bait ini, dia berkata di dalamnya:
قَالَوُا تَرَفَّضْتَ؟ قُلْتُ : كَلاَّ … مَا الرَّفَضُ
دِيْنِيْ وَلاَ اعْتِقَادِيْ
“Mereka mengatakan, ‘Kalau begitu Anda telah menjadi Rafidhi?’
Saya katakan, ‘Sekali-kali tidak… tidaklah al-Rafdh (menolak Khalifah Abu Bakar
dan Umar) itu agamaku, tidak juga keyakinanku.”
Di sini, Imam Syafi’i Rahimahullah berlepas diri dari Rafidhah
(Syi’ah), dan menampakkan keheranannya dari pertanyaan ini. Kemudian dia
menyatakan dengan terang-terangan bahwa dia tidak berada diatas agama Syi’ah
(Rafidhah), tidak juga di atas keyakinan mereka.
Metode Imam Syafi’i Rahimahullah ini telah dikenal oleh para
ahlul ilmi. Sebagai contoh, saat orang-orang liberal mengingkari kita karena
berpegang teguh dengan agama ini, dengan menyatakan bahwa keteguhan itu adalah
fanatisme, dan fanatisme itu merupakan satu keterbelakangan dan kemunduran,
maka kita menjawab mereka dengan mengatakan, ‘Jika berpegang teguh dengan Islam
itu adalah satu keterbelakangan dan kemunduran, maka saksikanlah bahwa
kami orang-orang yang mundur dan terbelakang.’
Sekarang, wahai para pembaca Qiblati, wahai orang-orang yang
obyektif, kita tinggalkan bait-bait syi’ir dan dasar-dasar bahasa Arab
tersebut, lalu kita berbicara tentang dalil nyata yang bisa disentuh atas
penentangan Imam as-Syafi’i terhadap Syi’ah, serta tidak adanya persetujuannya
dengan mereka. Kami hadirkan beberapa dalil berikut ini:
Imam as-Syafi’i Rahimahullah berkata,
لَمْ أَرَ أَحَدًا أَشْهَدَ بِالزُّوْرِ مِنَ الرَّافِضَةِ
“Aku tidak
melihat seorang pun yang lebih berani bersaksi dusta daripada Rafidhah.’ (Sunan
al-Kubra, al-Baihaqiy (10/208), Siyaru A’lamun Nubala` (X/89))
Imam Syafi’i
Rahimahullah ditanya, ‘Apakah aku shalat di belakang seorang Rafidhi? Maka dia
menjawab, ‘Jangan kamu shalat di belakang seorang Rafidhi.’ (Siyaru A’lamun
Nubala` (X/31))
Imam as-Subki
Rahimahullah berkata, ‘Aku melihat di dalam al-Muhith dari kitab-kitab
Hanafiah, dari Muhammad (bin Idris as-Syafi’i) bahwa tidak boleh shalat di
belakang Rafidhah.’ (Fatawa as-Subki (II/576), lihat juga Ushulud
Din (342))
Maka bagaimana Imam Syafi’i Rahimahullah, setelah dalil-dalil
ini, menjadi seorang Rafidhiy seperti kalian sementara beliau menuduh kalian
dengan persaksian palsu dan mengharamkan shalat di belakang kalian?
Saya kira, dengan jawaban ini kami menutup satu halaman penting
dari halaman-halaman kedustaan Syi’ah atas Imam as-Syafi’i Rahimahullah yang
memperjelas kedutaan Syi’ah atas beliau, dan kelancangan mereka terhadap beliau
demi menyebarkan agama batil mereka.*
Syubhat:
Kami kaum Syi’ah adalah para Anshar Alu Muhammad (penolong
keluarga Muhammad), bukan Rafidhah sebagaimana yang kalian sebutkan atas kami
secara dusta. Mengapa kalian mengulang-ulang penamaan (Rafidhah) yang tidak
memiliki sumber ini?! Yang benar adalah bahwa penamaan kami Syi’ah adalahSyi’atu
Alil Bait (pendukung ahlul bait). Riwayat-riwayat ahlul bait telah
mendustakan adanya penamaan Rafidhah, atau mendustaan pengkhususan istilah itu
untuk kami!
Bantahan:
Perhatikanlah wahai kaum muslimin, bagaimana mereka (orang-orang syiah) dalam
pertanyaan yang lalu berhujjah bahwa as-Syafi’i adalah orang Syi’ah karena
dalam bait Syi’irnya dia menyebutkan kalimat Rafidhi. Setelah mereka memasukkan
as-Syafi’i Rahimahullah kepada Syi’ah dengan dusta dari kalimat Rafidhi yang
beliau ucapkan, mereka sekarang datang menafikan istilah rafidhah tersebut dari
mereka, dan bahwa mereka bukanlah Rafidhah. Demikianlah mereka orang-orang
Syi’ah (Rafidhah) tidak mungkin hidup tanpa berbuat dusta atau menipu.
Sebelum saya
membantah Anda atas syubhat dan pertanyaan Anda, saya akan menjelaskan kepada
para pembaca perbedaan antara Syi’ah dan Rafidhah.
Saya katakan, Syi’ah itu lebih dulu dan lebih umum dari
Rafidhah, sehingga masuk lah ke dalam istilah Syi’ah ini: Rafidhah, Zaidiyah,
Isma’iliyyah, dan seluruh sekte Syi’ah. Adapun Rafidhah, maka mereka adalah
Syi’ah Imamiah, atau Itsna’asyariyah, atau Ja’fariyah. Dan ketiga penamaan ini
untuk perkara satu, yaitu agama yang sekarang disebarkan oleh orang syi’ah di
Indonesia dan di beberapa negara lainnya. Bukanlah satu hal yang aneh agama itu
menyebar, karena Nasraniah menyebar, dan Ahmadiah pun menyebar, juga
sekte-sekte sesat yang lain menyebar. Maka setiap bibit setan akan menemukan
pangsa pasarnya sebagaimana khomer memiliki orang yang menginginkannya,
demikian juga perjudian, riba dan seterusnya.
Pada masa
sekarang, jika disebutkan secara mutlak penamaan Rafidhah, maka yang dimaksud
adalah Syi’ah Itsna ‘Asyariah, atau Imamiah, atau Ja’fariyah secara
sepakat. Maka jadilah setiap orang Rafidhi adalah orang Syi’ah, dan tidak
setiap orang Syi’ah adalah harus menjadi Rafidhiy. Maka Zaidiyah misalnya, dia
itu syi’ah tapi bukan Rafidhah karena keberadaan mereka yang tidak mencaci maki
para sahabat, akan tetapi mereka hanyalah lebih mengutakaman ‘Ali
Radhiallahu ‘Anhu atas Abu Bakar dan Umar Radhiallahu ‘Anhum. Dan sekte
Zaidiyah ini mengkafirkan Itsna ’asyariyah, demikian pula Itsna ’asyariyah
mengkafirkan Zaidiyah. Demikianlah kondisi setiap sekte syi’ah, mereka saling
mengkafirkan sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Perlu diketahui bahwa
sekte Zaidiyah bersama Ahlussunnah menggunakan istilah Rafidhah untuk menyebut
Syi’ah Imamiyah (12 imam).
Adapun Syi’ah, maka mereka adalah sekumpulan manusia yang
dulunya bersama dengan Ali Radhiallahu ‘Anhu. Dan perselisihan mereka bersama
dengan Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu adalah masalah politik murni. Tidak ada pada
seorang pun dari mereka penyimpangan aqidah dan fiqih. Tidak ada juga di tengah
mereka orang yang menyentuh kehormatan Abu Bakar dan Umar atau kedudukan
keduanya yang lebih utama dari seluruh manusia.
Sebagian jama’ah Ali Radhiallahu ‘Anhu berpandangan bahwa
perselisihan jama’ah Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu bersama mereka adalah
perselisihan politik. Yang dimaksud dari mereka adalah perselisihan atas hukum,
sementara Mu’awiyah berdasarkan pendapat mereka, maka dia menjadi pembangkang.
Akan tetapi mereka mengakui bahwa saat urusan itu kembali kepadanya, dan
persengketaan telah hilang, jadilah dia sebagai seorang khalifah yang adil,
pemilik pasukan dan futuhat (penaklukan-penaklukan) yang itu berada dalam
lembaran-lembaran kebaikannya.
Maka tasyayyu’ dengan
makna ini teleh dikenal dalam kitab-kitab ahlussunnah, dan tidak dianggap
sebagai satu ketercelaan.
Perlu diketahui
bahwa pensifatan Syi’ah adalah penyifatan ahlussunnah wal jama’ah bagi kelompok
Ali Radhiallahu ‘Anhu. Demikian pula dulu mereka mengatakan kelompok Mu’awiyah
sebagai Syi’ah Mu’awiyah. Adapun pensifatan yang benar bagi Syi’ah Itsna
’Asyariah, yang ditinggalkan oleh manusia hari ini adalahRafidhah.
Rafidhah yang
dikenal pada hari ini dengan Syi’ah, telah menambahkan kepada bid’ah-bid’ah
mereka dengan bid’ah-bid’ah kufur, seperti ucapan kema’shuman para imam, dan
pengutamaan mereka atas para Nabi dan Rasul; penuduhan zina terhadap Ummul
Mukminin ‘Aisyah s, pengkafiran dan pemfasikan para sahabat secara umum,
pendapat raj’ah dan bada`. Keyakinan perubahan
al-Qur`an, dan keyakinan-keyakinan kufur lain. Maka, telah terjadi Ijma’ akan
kekafiran orang yang mengatakan dengan keyakinan-keyakinan mereka ini, bahkan
sebagian ulama telah mengkafirkan orang yang tidak mau mengkafirkkan mereka
ini.
Orang yang mendirikan sekte syi’ah Imamiyah adalah seorang
Yahudi bernama ‘Abdullah bin Saba’ yang dikenal dengan nama ibnu Sauda`, karena
ibunya adalah seorang budak wanita hitam, dan diapun adalah seorang yang
berwana hitam. Dia adalah seorang Yahudi dari penduduk Shan’a` Yaman. Dia
adalah orang yang ahli dalam menjelma (menyamar) menjadi orang-orang yang
berbeda, serta membuat komplotan secara rahasia.
Dirinya dikelilingi oleh misteri dan rahasia hingga orang-orang
yang sezamannya. Hampir-hampir nama dan negerinya tidak dikenal, karena dia
tidaklah masuk ke dalam agama Islam kecuali untuk membuat tipu daya, membuat
konspirasi, serta fitnah di antara barisan kaum muslimin. Para ahli sejarah
telah sepakat bahwa dia adalah orang yang pertama kali menyerukan fanatik dan
ghuluw dengan syi’ah, serta melaknat Abu Bakar dan Umar, serta ucapan raj’ah,
bahkan ketuhanan Ali bin Abi Thalib.
Para tokoh besar
Syi’ah, dan ahli sejarah mereka telah mengakui hal ini. Inilah dia al-Kasysyi,
pemilik kitab terpenting dalam mengetahui para perawi menurut agama Syi’ah; dia
berkata, dalam kitabnya ar-Rijal, ‘Sebagian ahlul ilmu telah menyebutkan bahwa
‘Abdullah bin Saba`, dulunya adalah orang Yahudi, kemudian dia masuk Islam,
lalu loyal terhadap Ali [ع]. Dulu dia berkata, sementara dia masih
Yahudi tentang Yusya` bin Nun bahwa Musa telah memberikan wasiat untuk ghuluw.
Maka dia berkata dalam keIslamannya setelah wafat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tentang ‘Ali seperti itu juga. Dialah orang yang pertama kali
menetapkan ucapan kewajiban imamah ‘Ali; menampakkan bara` dari musuh-musuhnya,
para penentangnya serta dia mengkafirkan mereka. Dari sinilah orang-orang yang
menyelisihi Syi’ah berkata bahwa Tasyayyu’ dan Rafdhdiambil
dari agama Yahudi.’ (Rijalul Kasysyi, hal. 101, cet. Muassasah
al-A’lamiy, Karbala`, Iraq)
Al-Mamaqoni,
Imam al-Jarh wat-Ta’dil menurut syi’ah menukil seperti ucapan al-Kasysyi. (Tanqihul
Maqal, al-Mamaqoni (II/184), cet. Teheran)
Al-Qummi dalam
kitabnya (al-Maqalat wal Firaq, hal. 10-21) mengakui keberadaan ‘Abdullah
bin Saba`, dan dia menggolongkannya termasuk orang pertama yang menyatakan
kewajiban keimamahan Ali, dan raj’ahnya. Serta menampakkan celaan atas Abu
Bakar, Umar, ‘Utsman, dan seluruh sahabat Radhiallahu ‘Anhu.
An-Nubakhtiy,
salah satu ulama besar Syi’ah berkata dalam kitabnya Firaqus Syi’ah,
‘Abdullah bin Saba’, dulunya termasuk orang yang menampakkan celaan atas Abu
Bakar, Umar, Utsman, dan para sahabat, dan dia berlepas diri dari mereka,
seraya berkata, ‘Sesungguhnya ‘Ali [ع]
telah memerintahkannya dengan yang demikian. Maka ‘Ali pun menangkapnya,
kemudian menanyainya tentang ucapannya ini, maka dia mengakuinya, lalu ‘Ali
memerintahkan untuk membunuhnya. Kemudian manusia pun berteriak kepadanya,
‘Wahai amirul mukminin, apakah Anda akan membunuh seorang laki-laki yang
menyeru untuk mencintai Anda, ahlul bait, serta kepada kewaliyan Anda, dan
berlepas diri dari musuh-musuh Anda?
Maka [Ali] mengasingkannya ke Madain [ibu kota Persia kala itu].
Sekelompok ahli ilmu dari sahabat ‘Ali [ع]
mengisahkan bahwa sesungguhnya ‘Abdullah bin Saba` dulunya adalah seorang
Yahudi kemudian masuk Islam, lalu loyal kepada ‘Ali [ع].
Dari sanalah orang-orang yang menyelisihi Syi’ah berkata bahwa
asal dari Rafidhah diambil dari agama Yahudi. Dan tatkala sampai kepada
‘Abdullah bin Saba` berita kematian ‘Ali di Madain, dia berkata kepada orang
yang menyampaikan berita kematiannya, ‘Engkau dusta, seandainya engkau
mendatangkan kepada kami otaknya dalam tujuh puluh bokor, lalu kau kuatkan atas
terbunuhnya Ali dengan persaksian tujuh puluh orang adil, maka pastilah kami
tahu bahwa dia tidak mati, dan tidak terbunuh, dan dia tidak akan mati hingga
menguasai dunia.’ (hal. 43, 44, cet. Matba’ah al-Haidariyah, Najaf, tahun 1379
H/1959 M)
Pemilik kitab Raudhatus
Shafa (II/292, cet. Iran) menyebutkan dalam bahasa Persia,
‘Sesungguhnya ‘Abdullah bin Saba` menuju Mesir saat dia mengetahui bahwa
penentangnya [Utsman bin ‘Affan] banyak terdapat di sana. Maka dia menampakkan
dirinya dengan ilmu dan ketakwaan hingga manusia terfitnah (terperdaya,
terkecoh) olehnya. Setelah kekokohannya di tengah-tengah mereka, maka mulailah
dia menyebarkan doktrin dan prilakunya. Diantaranya adalah, bahwa setiap nabi
memiliki wali dan pengganti, dan wali pengganti Rasulullah tidak lain kecuali
‘Ali yang berhias dengan ilmu, fatwa, kedermawanan, keberanian, dan disifati
dengan amanah, dan ketakwaan. Dia berkata, ‘Sesungguhnya umat ini telah berbuat
zhalim kepada ‘Ali, lalu merampas haknya, yaitu hak khilafah dan wilayah.
Dan
sekarang semuanya haru saling menolong dan membantunya, melepaskan ketaatan
terhadap Utsman dan pembaiatannya. Lalu banyak dari orang-orang Mesir yang
terpengaruh dengan ucapan dan pendapatnya, lalu mereka pun keluar untuk
membunuh khalifah Utsman.”
Ini adalah
pengakuan-pengakuan para ulama Syi’ah terdahulu, yaitu bahwa pendiri syi’ah
adalah orang Yahudi, Abdullah bin Saba`. Sekarang kita datang kepada penolakan
mereka akan penamaan Rafidhah atas mereka agar menjadi jelas bagi Anda bahwa
mereka tidak mempunyai agama yang jelas, dan bahwa mereka itu ‘seperti
hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi’. Saya akan menetapkan bahwa para
imam mereka telah memberkahi penamaan Rafidhah bagi mereka, dan hal itu telah
disebutkan di dalam kitab-kitab Induk Syi’ah.
Ikutilah bersama
saya dengan tenang dan penuh perhatian agar kita bisa sampai bersama-sama
kepada satu hakikat yang hilang dari banyak orang yang mengikuti para pengikut
Majusi tersebut. Syaikh mereka, al-Majlisi -salah seorang rujukan dalam ilmu
hadits- telah meriwayatkan di dalam kitabnya, al-Bihar, empat
hadits dari hadits-hadits mereka tentang pujian penamaan Rafidhah. Al-Majlisiy
menyebutkannya dalam bab yang dia beri nama, ‘Bab Fadhlur Rafidhah wa
Madh al-Tasmiyah Biha (Bab Keutamaan Rafidhah, dan pujian penamaan
dengannya).’
Perhatikanlah, dia mengungkapkan bahwa sekedar memberi nama
Rafidhah saja itu adalah sebuah pujian. Di antara contoh yang telah dia
sebutkan dalam bab ini adalah:
عَنْ أَبِيْ بَصِيْرٍ قَالَ: قُلْتُ لِأَبِيْ جَعْفَرَ – عَلَيْهِ
السَّلاَمُ -: جُعِلْتُ فِدَاكَ، اسْمٌ سُمِّيْنَا بِهِ اسْتَحَلَّتْ بِهِ
الْوُلاَةُ دِمَاءَنَا وَأَمْوَالَنَا وَعَذَابَنَا، قاَلَ: وَمَا هُوَ؟ قُلْتُ:
الرَّافِضَةُ، فَقَالَ جَعْفَرُ: إِنَّ سَبْعِيْنَ رَجُلاً مِنْ عَسْكَرِ مُوْسَى – عَلَيْهِمُ
السَّلاَمُ – فَلَمْ يَكُنْ فِيْ قَوْمِ مُوْسَى أَشَدَّ اِجْتِهَاداً
وَأَشَدَّ حُبّاً لِهَارُوْنَ مِنْهُمْ، فَسَمَّاهُمْ قَوْمُ مُوْسَى
الرَّافِضَةَ، فَأَوْحَى اللهُ إِلىَ مُوْسَى أَنْ أَثْبَتَ لَهُمْ هَذَا
الْاِسْمَ فِيْ التَّوْرَاةِ فَإِنِّيْ نَحَلْتُهُمْ، وَذَلِكَ اِسْمٌ قَدْ
نَحَلَكُمُوْهُ اللهُ
Dari Abu Bashir,
dia berkata, ‘Kukatakan kepada Abu Ja’far ‘alaihissalam, Semoga aku
dijadikan sebagai penebus Anda, satu nama yang kami diberi nama dengannya, dan
dengannya para penguasa telah menghalalkan darah-darah kami, harta-harta kami,
dan penyiksaan kami. Dia berkata, ‘Apa itu?’ Aku menjawab, ‘Rafidhah.’ Maka
berkatalah Ja’far, ‘Sesungguhnya tujuh puluh orang laki-laki dari pasukan Musa ‘alaihissalam,
tidak ada dalam kaum Musa yang paling keras ijtihadnya, dan paling besar
kecintaannya kepada Harun dari mereka, lalu kaum Musa menyebut mereka
dengan nama Rafidhah. Maka Allah mewahyukan kepada Musa untuk menetapkan
penamaan ini untuk mereka di dalam Taurat. Maka sesungguhnya aku mengakui
mereka, dan itu adalah nama yang Allah telah mengakuinya untuk kalian.’
Al-Majlisiy meriwayatkan dari Ibnu Yazid, dari Shafwan, dari
Zaid as-Syiham, dari Abul Jarud, dia berkata:
أَصَمَّ اللهُ أُذُنَيْهِ كَمَا أَعْمَى عَيْنَيْهِ إِنْ لَمْ
يَكُنْ سَمِعَ أَبَا جَعْفَرَ (ع) وَرَجُلٌ يَقُوْلُ : إِنَّ فُلاَنًا سَمَّانَا
بِاسْمٍ، قَالَ : وَمَا ذَاكَ الْاِسْمُ؟ قَالَ: سَمَّانَا الرَّافِضَةَ، فَقَالَ
أَبُوْ جَعْفَرَ (ع) بِيَدِهِ إِلىَ صَدْرِهِ: وَأَنَا مِنَ الرَّافِضَةِ وَهُوَ
مِنِّيْ قَالَهَا ثَلاَثًا
“Mudah-mudahan
Allah menjadikan tuli kedua telinganya, sebagaimana dia menjadikan buta kedua
matanya jika dia tidak mendengar Abu Ja’far [ع]
dan seorang laki-laki berkata, ‘Sesungguhnya Fulan telah memberi nama kami
dengan satu nama.’ Dia berkata, ‘Apakah nama itu?’ dia menjawab, ‘Dia memberi
kami nama Rafidhah.’ Maka Abu Ja’far [ع]
berkata dengan mengisyaratkan tangannya ke dadanya, ‘Dan aku adalah bagian dari
Rafidhah, dan dia adalah bagian dariku.’ Dia mengucapkannya tiga kali. (Biharul
Anwar (CXV/97))
Perhatikanlah
sekarang, kami menukil dari kitab-kitab syi’ah yang mereka banggakan penamaan
mereka dengan nama Rafidhah. Sementara Syi’ah pada hari ini menolak penamaan
ini. Maka Syi’ah terdahulu tidak mengingkari penamaan ini secara mutlak.
Al-Kulainiy (Ulama terbesar Syi’ah) telah meriwayatkan dalam kitabnya, al-Kafi bahwa
Allahlah yang telah memberi nama mereka Rafidhah (VIII/28).
Di tempat lain
dia berkata, ‘Telah diriwayatkan bahwa sebagian Syi’ah telah berkata kepada
Imam as-Shadiq ‘Alaihissalam:
إِنَّا قَدْ نُبِزْنَا نَبْزاً أَثْقَلَ ظُهُوْرَنَا، وَمَاتَتْ
لَهُ أَفْئِدَتُنَا، وَاسْتَحَلَّتْ لَهُ الْوُلاَةُ دِمَاءَنَا فِيْ حَدِيْثٍ
رَوَاهُ لَهُمْ فُقَهَاؤُهُمْ، فَقَالَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ:
الرَّافِضَةُ؟ قَالُوا: نَعَمْ، فَقَالَ: لاَ وَاللهِ مَا هُمْ سَمَّوْكُمْ..
وَلَكِنَّ اللهُ سَمَّاكُمْ بِهِ
“Sesungguhnya
kami telah diberi satu julukan buruk yang telah memberatkan punggung-punggung
kami, dan karenanya para penguasa menghalalkan darah-darah kami, dalam sebuah
hadits yang para ulama ahli fiqih mereka meriwayatkannya untuk mereka. Maka
berkatalah Abu ‘Abdillah ‘alaihissalam, ‘Rafidhah?’ Maka mereka
menjawab, ‘Ya.’ Diapun berkata, ‘Tidak, demi Allah, tidaklah mereka yang
menamai kalian, akan tetapi Allahlah yang telah menamai kalian dengannya.’ (al-Kafiy,
V/34)
Adapun mengapa
penamaan Rafidhah itu dimutlakkan atas Syi’ah Imamiah, maka berkatalah Ulama
Syi’ah az-Zaidiy al-Imam Ahmad al-Murtadha (Syarhul Azhar (I/211)),
maka dia berkata,
وَالرَّوَافِضُ قَوْمٌ مُعَيِّنِيْنَ مِمَّنْ يَنْتَحِلُ
التَّشَيُّعَ وَهُمْ أَبُو الْخَطَّابِ وَأَصْحَابُهُ الَّذِيْنَ رَفَضُوا زَيْدَ
بْنَ عَلِيٍّ لَمَّا قَالُوا لَهُ : مَا تَقُوْلُ فِي الرَّجُلَيْنِ
الظَّالِمَيْنِ؟، قَالَ : مَنْ هُمَا؟ قَالُوا : أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، قَالَ :
لاَ أَقُوْلُ فِيْهِمَا إِلاَّ خَيْراً ، فَقَالُوا :رَفَضْنَا صَاحِبَنَا
فَسُمُّوا رَافِضَةً
“Dan Rawafidh adalah kaum tertentu dari orang-orang yang
menganut tasyayyu’ (shi’isme), dan mereka adalah Abu al-Khaththab, dan para
sahabatnya yang menolak Zaid bin ‘Ali saat mereka bertanya kepadanya, ‘Apa yang
Anda katakan tentang dua orang zhalim?’ Dia menjawab, ‘Siapakah keduanya?’
Mereka berkata, ‘Abu Bakar dan Umar.’ Dia pun berkata, ‘Aku tidak mengatakan
tentang keduanya kecuali kebaikan.’ Maka mereka berkata, ‘Kami menolak sahabat
kami.’ Maka mereka pun diberi nama Rafidhah (kelompok yang menolak Zaid ibn
Ali, atau yang menolak Khalifah Abu Bakar dan Umar).
Sekarang kami telah menetapakan dengan kekuatan dalil dari
sumber rujukan mereka, bahwa Syi’ah pada hari ini adalah Rafidhah. Dan saya
sama sekali tidak berdalil dengan sumber rujukan ahlussunnah atas hal itu.
Sungguh aib, setelahnya Rafidhah mengaku bahwa mereka adalah pengikut ahlul
bait Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Kami memohonkan hidayah kepada Allah untuk mereka agar mereka
memahami Islam. Dan saya mohon maaf akan terlalu panjangnya jawaban karena
memang pentingnya masalah ini. (AR)*
[1] Al-Rafdh
maknanya adalah menolak. Maksudnya adalah menolak Khalifah Abu Bakar dan Umar.
Jadi al-Rafdh itu bukan cinta ahlul bait.
Sumber : http://qiblati.com
0 komentar:
Posting Komentar