Senin, 17 Februari 2014

Jawaban Syubhat Syiah (5)


oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi

Syubhat: Yang menguatkan bahwa syi’ah adalah kelompok yang benar adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi:

«إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السُّودَ خَرَجَتْ مِنْ قِبَلِ خُرَاسَانَ فَأْتُوهَا وَلَوْ حَبْوًا، فَإِنَّ فِيهَا خَلِيفَةَ اللَّهِ الْمَهْدِيَّ»
“Jika kalian melihat bendera-bendera hitam yang keluar dari arah Khurasan, maka datangilah ia sekalipun dengan merangkak, karena di dalamnya terdapat khalifah Allah, yaitu al-Mahdi.” Sedangkan penduduk Khurasan adalah penduduk Iran, hadits tersebut telah dishahihkan oleh ulama kalian; Imam Dzahabi dan Ibnul Qayyim.
Jawab: Percayalah kepada saya, kami di majalah Qiblati akan bersikukuh untuk memberikan sebuah hadiah sekalipun pada saat sulit kepada seorang syi’ah yang jujur. Telah tetap dengan dalil tersebut bahwa seorang syi’ah itu tidak akan menjadi seorang syi’ah kecuali saat dia menjadi pendusta, atau orang bodoh. Sesungguhnya riwayat yang telah Anda sebutkan dalam pertanyaan Anda tersebut tidak sah penisbatannya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Saya berharap Anda menjadi seorang yang jujur saat Anda menyebutkan para ulama tersebut saat menyebut hadits itu dalam kitab-kitab mereka, mereka menyebut hadits itu dari sisi bahwa hadits itu tidak shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan bukan seperti yang Anda inginkan untuk membuat kerancuan atas manusia.
Imam adz-Dzahabi berpendapat bahwa itu adalah hadits mungkar, saat beliau menyebutkan hadits tersebut dalam Siyar al-‘A’lam (6/132) dia berkata, ‘Ahmad bin Hanbal berkata, ‘Haditsnya (perawi) dalam (hadits) rayah (bendera-bendera) tidak bernilai sesuatupun.”
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam al-Manarul Munif (150) berkata, ‘Dalam sanadnya terdapat Yazid bin Abi Ziyad, dia adalah seorang yang buruk hafalannya, kacau pada akhir usianya, dan memalsu uang.’
Maka bagaimana Anda mengklaim bahwa adz-Dzahabiy dan Ibnul Qayyim telah menshahihkan hadits tersebut?
Kemudian siapa yang telah berkata kepada Anda bahwa negeri Khurasan dalam riwayat ini yang dimaksud adalah Iran?
Negeri Khurasan dalam sejarah masa lalu terbentuk dari sejumlah kota, yaitu, Naisabur, Herat, Merw, dan Balkh. Dan tidak ada hubungan yang menggabungkan negeri Persia dan Khurasan. Negeri Persia memiliki batas-batas yang telah diketahui sekalipun bagian utara dari negeri Khurasan masuk dalam batas Iran saat ini. akan tetapi Khurasan secara umum ada pada Negara Turkmenistan, dan Afghanistan. Bolehlah Anda kembali kepada at-Thobari dalam kitabnya Tarikhul Ummam wal Muluk, dan itu merupakan kitab sejarah terpenting yang menetapkan wilayah dan negeri-negeri agar Anda mengetahui hakikatnya.
Saya akan memberikan kepada Anda sebuah dalil kuat yang menetapkan bahwa negeri Khurasan bukanlah Persia. Yaitu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut Negeri Persia secara jelas dalam hadits:
تَغْزُونَ فَارِسَ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ
“Kalian akan memerangi Persia, lalu Allah menundukkannya.” (HR. Ahmad)
Maka hadits ini menunjukkan bahwa Negeri Persia adalah Negara lain, dan Khurasan adalah negeri lain lagi yang berbeda. Saya memohon hidayah kepada Allah untuk kami dan Anda.

Syubhat: Kalian ahlussunnah mengekalim bahwa kalian memiliki empat sumber rujukan dalam pensyariatan. Yaitu al-Qur`an, as-sunnah, Qiyas, dan ijtihad. Sekalipun demikian, kami tidak menemukan bahwa dalam pemilihan kalian terhadap kekhalifahan Abu Bakar, kalian tidak mengambil sumber-sumber itu?
Jawab: pertama, saya ingin meluruskan ucapan Anda, bahwa sumber pensyariatan yang empat itu adalah al-Qur`an, as-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Adapun ijtihad maka itu diperselisihkan dan bukanlah termasuk dalil-dalil yang disepakati.
Demikian pula wajib bagi Anda untuk mengetahui bahwa yang wajib dipegang erat oleh kaum muslimin adalah al-Qur`an dan sunnah, keduanya adalah dua wahyu yang diturunkan dari langit. Imam as-Syafi’i Rahimahullah berkata, ‘Setiap ucapan, dalam segala keadaannya, tidaklah mewajibkan sesuatu kecuali dengan (penguat) al-Qur`an, atau sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan selain keduanya maka mengikuti keduanya.’ (Jima’ul ‘Ilmi (11))
Kemudian, para ulama beristinbath dari kedua sumber ini dengan sebuah landasan lain yang diatasnyalah hukum-hukum itu memungkinkan untuk dibangun. Para ulama menyebut nama sumber syariat itu adalah Ijma’ dan qiyas.
Seluruh sumber-sumber hukum yang empat itu telah diambil ibrahnya saat pemilihian Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu sebagai seorang khalifah bagi kaum muslimin di Tsaqifah Bani Sa’idah.
Al-Qur`an yang mulia telah memuji Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu, dan dalam sunnahpun terdapat nash yang menunjukkan  kekhilafahan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu.
Dalil-dalil sunnah telah datang lebih dulu dalam menetapkan kekhilafahan Abu Bakar, dan tidak adanya nash akan kekhilafahan selainnya. Dengan ini pula kitab-kitab Syi’ah berbicara selain kitab-kitab sunnah. Yang saya maksud adalah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memberikan nash atas Ali Radhiallahu ‘Anhu sebagaimana nash atas Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu.
Dan Ijma’, telah terjadi, seluruh kaum muslimin telah membaiat Abu Bakar dengan Ijma’ (sepakat bulat). Dan diantara mereka yang membaiat Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu adalah Ali Radhiallahu ‘Anhu dan seluruh Ahlul bait.
Adapun qiyas, maka sesungguhnya yang mengqiyaskan permasalahan ini adalah Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu yang dia berkata,
فَرَضِينَا لِدُنْيَانَا مَنْ رَضِيَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِدِينِنَا
“Maka kami ridha untuk dunia kami terhadap orang yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ridha untuk agama kami.”
Ini adalah sebuah qiyas yang nyata atas sesuatu yang lebih jelas.
Jika urusan agama lebih agung, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengedepankan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu dalam shalat yang itu merupaka tiang agama, sementara dunia itu mengikuti agama. Maka para sahabat mengedepankan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu dalam urusan dunia mereka, yaitu kekhilafahan.
Dengan inilah, menjadi terkumpullah seluruh dalil dari al-Qur`an, sunnah, Ijma’ dan qiyas atas kekhilafahan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu, dan tidak seperti yang Anda klaim bahwa kekhilafahan itu tidak diambil dengan jelas. Kami memohon hidayah kepada Allah bagi kami dan Anda.

Syubhat: Kalian wahai Nawashib, wahai orang yang mengaku bahwa kalian adalah ahlussunnah waljama’ah, kalian telah membunuh Imam al-Husain ‘Alaihi Sallam.
Jawab: pertanyaan Anda ini merupakan satu kesempatan baik bagi kalangan awam kaum muslimin untuk mengetahui pokok agama kalian yang dibangun diatas dendam, serta ajakan perang. Setelah lebih dari 1300 tahun apa yang Anda inginkan? Apakah kalian ingin menuntut balas? Jika kalian ingin menuntut balas, maka dari siapa? Dan apakah karena tujuan ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita; yaitu menjadikan landasan ibadah kita adalah dendam bagi terbunuhnya al-Husain Radhiallahu ‘Anhu, lalu kita hidup dan mati diatasnya?
Sekalipun demikian telah tetap dalam kitab-kitab kalian, dalil-dalil yang menegaskan bahwa Syi’ah sendirilah yang telah membunuh al-Husain Radhiallahu ‘Anhu, dan saya tidak tahu apakah Anda mengetahuinya ataukah tidak?
Al-Husain berkata Radhiallahu ‘Anhu dalam do’anya atas syi’ahnya (pendukungnya) saat dia yakin bahwa mereka mengkhianatinya:
اَللَّهُمَّ إِنْ مَتَّعْتَهُمْ إِلَى حِيْنٍ فَفَرِّقْهُمْ فَرْقاً، وَاجْعَلْهُمْ طَرَائِقَ قِدَداً، وَلاَ تُرْضِ اْلوُلاَةَ عَنْهُمْ أَبَداً، فَإِنَّـهُمْ دَعَوْنَا لِيَنْصُرُوْنَا ثُمَّ عَدَوْا عَلَيْنَا فَقَتَلُوْنَا
“Ya Allah, jika Engkau memberikan kenikmatan kepada mereka hingga sautu waktu, maka cerai beraikanlah mereka menjadi berkelompok-kelompok, jadikanlah mereka jalan-jalan yang bermacam-macam, janganlah Engkau membuat para ulil amri ridha terhadap mereka selamanya, karena sesungguhnya mereka mengundang kami untuk menolong kami, kemudian mereka memusuhi kami dan membunuh kami.” (al-Irsyad lil Mufid (241))
Dia juga berdo’a atas mereka sekali lagi:
لكنكم استسرعتم إلى بيعتنا كطيرة الدّبا، وتـهافتم كتهافت الفراش، ثم نقضتموها، سفهاً وبعداً، وسحقاً لطواغيت هذه الأمة وبقية الأحزاب ونَبَذة الكتاب، ثم انتم هؤلاء تتخاذلون عنا وتقتلوننا، ألا لعنة الله على الظالمين
“Akan tetapi kalian tergesa-gesa kepada baiat kami seperti terbangnya belalang kecil, kalian serampangan (berjatuhan) seperti serampangannya kupu-kupu, kemudian kalian mencabut baiat itu; secara bodoh, jauh, lagi jauh (dari rahmat Allah) bagi thaghut umat ini, dan sisa kelompok-kelompok, serta orang-orang yang mencampakkan al-Qur`an. Kemudian kalian mengkhianati kami, dan membunuhi kami, ingat, laknat Allah atas orang-orang zhalim.” (al-Ihtijaj, at-Thabrusiy (2/24))
As-Sayyid Muhsin al-Amin berkata,
بَايَعَ الْحُسَيْنَ مِنْ أَهْلِ الْعِرَاقِ عِشْرُوْنَ أَلْفاً، غَدَرُوْا بِهِ وَخَرَجُوْا عَلَيْهِ وَبَيْعَتُهُ فِي أَعْنَاقِهِمْ، وَقَتَلُوْهُ
Teah berbaiat kepada ‘al-Husain sebanyak dua puluh ribu orang dari penduduk Iraq, kemudian mereka mengkhianatinya, lalu mereka keluar menentangnya sementara baiatnya masih ada pada leher-leher mereka, kemudian mereka membunuhnya.’ (A’yanus Syi’ah, Bagian pertama (34))
Imam Zainul ‘Abidin berkata kepada penduduk Kufah:
هَلْ تَعْلَمُوْنَ أَنَّكُمْ كَتَبْتُمْ إِلَى أَبِي وَخَدَعْتُمُوْهُ، وَأَعْطَيْتُمُوْهُ مِنْ أَنْفُسِكُمْ العَهْدَ وَالْمِيْثَاقَ ثُمَّ قَاتَلْتُمُوْهُ وَخَذَلْتُمُوْهُ؟ بِأَيِّ عَيْنٍ تَنْظُرُوْنَ إِلَى رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وآله وَهُوَ يَقُوْلُ لَكُمْ : قَاتَلْتُمْ عِتْرَتِي وَانْتَهَكْتُمْ حُرْمَتِي، فَلَسْتُمْ مِنْ أُمَّتِي
“Apakah kalian tahu bahwa kalian telah menulis (surat) kepada bapakku, lalu kalian menipunya, dan kalian berikan perjanjian dan janji setia dari jiwa kalian kemudian kalian perangi dia dan kalian mengkhianatinya? Dengan mata mana kalian akan melihat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sementara beliau akan berkata kepada kalian, ‘Kalian telah memerangi keluargaku, kalian telah mencabik kehormatanku, maka kalian bukanlah termasuk umatku.” (al-Ihtijaj (2/32))
Dia juga berkata:
إن هؤلاء يبكون علينا فمن قتلنا غيرهم ؟!
“Sesungguhnya mereka menangisi kami, maka siapakah yang telah membunuh kami selain mereka sendiri?’ (al-Ihtijaj (2/29))
Fathimah as-Sughra berkata dalam pidatonya kepada penduduk Kufah:
يا أهل الكوفة، يا أهل الغدر والمكر والخيلاء، إنا أهل البيت ابتلانا الله بكم، وابتلاكم بنا فجعل بلاءنا حسناً. فكفرتمونا وكذبتمونا ورأيتم قتالنا حلالاً وأموالنا نـهباً. كما قتلتم جدنا بالأمس، وسيوفكم تقطر من دمائنا أهل البيت. تباً لكم ! فانتظروا اللعنة والعذاب فكأن قد حلّ بكم ألا لعنة الله على الظالمين. تباً لكم يأهل الكوفة، كم قرأت لرسول الله صلى الله عليه وآله قبلكم، ثم غدرتم بأخيه علي بن أبي طالب وجدي، وبنيه وعترته الطيبين
“Wahai penduduk Kufah, wahai para pengkhianat, pembuat makar dan orang-orang sombong! Sesungguhnya kami ahlul bait, Allah menguji kami dengan kalian, dan Allah menguji kalian dengan kami. Maka Dia jadikan musibah kami sebagai sebuah kebaikan. Kemudian kalian mengkafirkan kami, mendustakan kami, dan kalian berpandangan bahwa membunuh kami adalah halal dan harta kami sebagai rampasan perang. Sebagaimana kalian telah membunuh kakek kami kemarin, dan pedang-pedang kalian telah meneteskan darah-darah kami ahlul bait. Celaka kalian! Maka tunggulah laknat dan adzab.. seakan-akan hal itu hampir datang menimpa kalian… ingat laknat Allah atas orang-orang zhalim. Celaka kalian wahai orang-orang Kufah. Betapa aku telah membaca untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebelum kalian, kemudian kalian mengkhianati saudara beliau, Ali bin Abi Thalib, kakekku dan anak-anaknya dan seluruh keturunannya yang baik.” (al-Ihtijaj (2/28))
Zainab binti Amiril Mukminin berkata kepada penduduk Kufah:
أما بعد يا أهل الكوفة، يا أهل الختل والغدر والخذل. إنما مثلكم كمثل التي نقضت غزلها من بعد قوة أنكاثاً، هل فيكم إلا الصلف والعجب والشنف والكذب؟ أتبكون أخي؟ أجل والله فابكوا كثيراً واضحكوا قليلاً فقد ابليتم بِعارِها. وأنى ترخصون قتل سليل خاتم النبوة
“Amma ba’du, wahai penduduk Kufah, wahai para pengkhianat, sesungguhnya perumpamaan kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. Bukankah di tengah kalian tidak ada sesuatu melainkan pembualan, ujub, kebencian, dan kedustaan? Apakah kalian menangisi saudaraku? Baik, demi Allah, banyak menangislah kalian, dan sedikitlah tertawa, sungguh kalian diberi bencana dengan aibnya. Dan bagaimana kalian menjadikan murah pembunuhan keturunan penutup kenabian?” (al-Ihtijaj 2/29-30)
Inilah yang ditetapkan oleh sumber-sumber syi’ah sebelum selain mereka.!
Maka apakah Anda sekarang sudah tahu siapakah pembunuh al-Husain sebenarnya? Siapakah yang telah mengundangnya kemudian mengkhianatinya? Hakikat ini telah disaksikan oleh para ulama Syi’ah sendiri. Dan kami memaklumi Anda akan kebodohan Anda terhadap agama Syi’ah, karena keberadaan Anda yang termasuk orang-orang yang tertipu di dalamnya. Kami memohon kepada Allah hidayah bagi kami dan Anda. (AR).

0 komentar:

Posting Komentar