Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi
Syubhat:
Nabi shallallahu
‘alaihi wa aalih mengabarkan bahwa siapa yang mati,
sementara dia tidak mengetahui imam di zamannya, maka dia mati jahiliyah. Kami,
kaum syi’ah mengetahui imam zaman kami. Oleh karena itulah kalian ahlussunnah,
akan mati dalam keadaan jahiliyah, karena kalian tidak mengetahui imam zaman
kalian. Terutama telah disebut dalam shahih al-Bukhari bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalih telah mengabarkan bahwa akan ada 12
imam setelahnya. Oleh karena itu jadilah agama syi’ah sebagai agama yang benar,
karena kami beriman dengan kedua belas imam.
Jawaban:
Bismillah.
Sepertinya, kami di majalah Qiblati, akan memberikan hadiah kepada orang syiah
mana saja yang dapat menghadirkan satu informasi yang benar, atau berpegang
diatas dalil yang shahih. Sangat tidak masuk akal pertanyaan Anda ini berisikan
informasi yang berbeda, dan dalil yang bermacam-macam, tetapi tidak ditemukan
didalamnya satupun yang shahih. Tidak diragukan lagi, bahwa ini menunjukkan
terbaliknya ilmu, fitrah dan agama.
Dengarkanlah
wahai anakku, mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepadamu dan
memperbaikimu:
Pertama, tidak
sah sama sekali hadits:
مَنْ
مَاتَ وَلَمْ يَعْرِفْ إِمَامَ زَمَانِهِ فَقَدْ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa
mati, dan tidak mengetahui imam zamannya, maka dia mati jahiliyah.”
Ini termasuk
hadits-hadits Rafidhah, yang tidak ada asal usulnya menurut ahlus sunnah
waljama’ah. Kemudian, tidak benar bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu
‘Umar. Sementara hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma
adalah:
مَنْ
مَاتَ وَلَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Siapa yang
mati, sementara tidak ada baiat di lehernya, maka dia mati dengan kematian
secara jahiliyah.”
Maka disini
terdapat perbedaan antara bai’at dengan mewajibkan berbaiat kepada imam. Yang pertama
adalah pembebanan kewajian untuk mengetahui imam zamannya, dan yang kedua
adalah dalam masalah baiat.
Adapun
pengikatan argumentasi Anda tentang baiat, dengan hadits:
لاَ
يَزَالُ الْإِسْلاَمُ عَزِيْزًا إِلىَ اثْنَيْ عَشْرَ خَلِيْفَةً، كُلُّهُمْ مِنْ
قُرَيْشٍ
“Tidak henti-hentinya Islam itu jaya hingga dua belas khalifah,
semuanya dari Quraisy.” Maka itu adalah sebuah pengikatan yang rusak, tidak
sejalan dengan fakta dan kenyataan sejarah. Jika engkau beriman dengan hadits
ini, maka hadits itu datang dengan lafadz khalifah, dan bukan
dengan lafadz imam, sebagaimana
keyakinan terhadap hadits itu mengharuskan Anda untuk menerima imamah
(kepemimpinan) Abu Bakar, Umar, ‘Utsman, dan Mu’awiyah, karena mereka semua
adalah khalifah dari Quraisy.
Maka ahlussunnah, bihamdillah,
mengetahui imam-imam tersebut, serta mengetahui hak bagi mereka, dan mereka
adalah orang yang paling banyak mengambil bagian dengan hadits ini, dan masuk
diantara mereka Ali Radhiallahu ‘Anhu, serta al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu, yang
keduanya juga Khalifah/imam dari Quraisy.
Seandainya yang dimaksud, sesuai dengan pemahaman Anda, dan
pemahaman orang-orang syi’ah bahwa kedua belas khalifah itu adalah para imam
Syi’ah, maka pastilah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabdamin ahli baiti “dari ahlul baitku”, dan beliau tidak
mengatakan dari Quraisy.
Anda telah
bertanya, dan orang-orang Syi’ah lain juga bertanya, ‘Apa dalil masuknya Abu
Bakar, Umar, dan Usman Radhiallahu ‘Anhum dalam khalifah dua belas yang
dimaksud oleh hadits?
Maka kami
menjawab, ‘Bahwa kami mengetahui hal itu dari sabda nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam:
الْخِلاَفَةُ
فِيْ أُمَّتِيْ ثَلاَثُوْنَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ
“Kekhalifahan
dalam umatuku itu tiga puluh tahun, kemudian setelahnya adalah kerajaan.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, dan at-Turmudzi)
Sedangkan Imam
al-Hasan bin ‘Ali Radhiallahu ‘Anhuma, adalah penyempurna tiga puluh tahun itu
karena Khulafaurrasyidin yang empat itu memimpin selama 29 tahun 6 bulan,
tinggal 6 bulan disempurnakan oleh Khalifah al-Hasan, jadi genap 30 tahun
sebagaimana disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ibnu Katsir
Rahimahullah berkata, ‘Sempurnanya tiga puluh tahun dengan kekhilafahan
al-Hasan bin ‘Ali. Karnea dia mengundurkan diri dari kekhilafahan dan
menyerahkannya kepada Mu’awwiyah pada Rabi’ul Awwal dari tahun 41 H. itu adalah
sempurna tiga puluh tahun dari wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Karena beliau wafat pada Rabi’ul Awwal tahun 11 H. dan ini adalah
termasuk bukti kenabian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sungguh Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memujinya dengan perbuatannya ini, dia
(imam al-Hasan) meninggalkan dunia yang fana, demi berharap akhirat yang kekal,
serta menghentikan pertumpahan ti tubuh umat ini, maka dia mengundurkan diri
dari kekhilafahan, serta menjadi kerajaan di tangan Mu’awwiyah hingga
kalimatpun bersatu pada satu pemimpin.”
Sebagaimana
bahwa al-Hasan bin ‘Ali Radhiallahu ‘Anhuma telah merealisasikan nubuwwat
(kabar kenabian) kakeknya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saat beliau bersabda,
إِنَّ
ابْنِيْ هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللهُ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ
عَظِيْمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Sesungguhnya
putraku ini adalah penghulu, mudah-mudahan dengannya Allah akan mendamaikan
kedua kelompok besar dari kaum muslimin.” (HR. al-Bukhari)
Kemudian, saat
kita melihat kepada keadaan sekte-sekte, dan kelompok-kelompok sempalan Syi’ah,
akan terlihat bahwa mereka tidak sepakat atas para imam, akan tetapi mereka
berselisih. Maka ketentuan apakah yang menjadikan al-haq dan kebenaran itu
bersama Syi’ah Imamiah, dan tidak bersama kelompok Isma’iliyah, atau Zaidiyah,
atau Kisaniyah, atau sempalan yang lain? Maka kalian sendiri terpecah belah
menjadi banyak kelompok dalam masalah imamah (sementara ahlussunnah hanya satu
kelompok, semua sepakat imamnya adalah Abu bakar, Umar, Usman, Ali, al-Hasan ,
Mu’awiyah dst. red).
Kemudian
perhatikanlah kalimat ‘azizan’ dalam hadits tersebut, Anda akan menemukan bahwa
keadaan keyakinan Anda menyelisihinya sama sekali. Saat Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Tidak henti-hentinya Islam itu jaya…’ maka
sesungguhnya kita bertanya, ‘Dimana kejayaan bagi Islam dengan bersembunyinya
imam kedua belas kalian? Dimana kejayaan imam kalian yang bersembunyi? Dimana
pertolongannya untuk Islam? Sementara Islam dan kaum muslimin menghadapi
berbagai macam kezhaliman, penindasan, dan kesewenang-wenangan?!
Syubhat:
Kalian
orang-orang Arab fanatik terhadap suku kalian, dan dalil terbesar adalah
pemaksaan kalian memberi nama teluk Persia dengan teluk Arab.
Jawaban:
Sekalipun pertanyaan
Anda bukanlah bersifat keagamaan, akan tetapi saya akan menjawab Anda agar para
pembaca bisa mengambil faidah.
Yang tidak Anda
ketahui bahwa teluk tersebut diberi nama Teluk Arab karena bangsa Arab ada
disekitarnya. Dari sisi timur terletak Semenanjung ‘Arab, kemudian dari sisi
timur dari arah Iran terletak daerah Ahwaz Arab, yang disebut Arabistan yang
diduduki oleh Iran pada tahun 1925 M, yang kemudian disebut secara mutlak
Pendudukan Arabistan, sebagaimana hal itu jelas dipeta yang bisa diperhatikan
bahwa mayoritas penduduk tepi pantai teluk ini adalah Bangsa Arab. Demikian
pula sepanjang teluk tersebut hingga ke selatan terletak laut Arab yang
membelah teluk tersebut.
Ini adalah informasi dari sisi letak
geografis. Adapun jika Anda menginginkannya dari sisi sejarah, maka teluk
tersebut belum memiliki nilai yang sebenarnya kecuali setelah bangsa Arab
menaklukkan Persia, dan masuknya Islam kedalamnya. Dari sinilah, dimulai
peradaban yang hakiki bagi teluk ini. Maka apakah bangsa Arab tidak berhak
untuk menamakan teluk itu dengan nama mereka, sementara merekalah yang
mempertahankannya dan menjadikan seluruh negeri yang ada di tepiannya sebagai
negeri Islam? Bahkan saya katakan bahwa yang lebih utama bagi bangsa Arab
adalah menamakannya dengan Teluk Umar, karena penaklukan itu adalah atas
perintah Khalifah Umar bin al-Khaththab Radhiallahu ‘Anhu yang memiliki
keutamaan dalam menyelamatkan penduduk Persia dari kegelapan berhala, dan api
Majusi kemudian memasukkan mereka ke dalam cahaya Islam. Akan tetapi yang
mengejutkan, bahwa orang pertama kali yang melaknat Umar dan membunuhnya adalah
penduduk Persia, setelah yang menaklukkan negeri mereka adalah Umar bin
al-Khaththab Radhiallahu ‘Anhu.
Kami merasa
heran, mengapa penduduk Persia tidak ridha menamakan teluk tersebut dengan
teluk Arab, sementara mereka mengklaim diri mereka cinta kepada ahlul bait,
sementara seluruh ahlul biat adalah bangsa Arab. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam adalah orang Arab, Ali Radhiallahu ‘Anhu, adalah orang Arab, Fathimah
Radhiallahu ‘Anha adalah orang Arab, al-Hasan dan al-Husain Radhiallahu ‘Anhuma
adalah orang Arab. Maka mengapa penduduk Persia tidak mengalah demi memuliakan
Ahlul bait yang orang Arab itu jika kecintaan mereka itu jujur kepada ahlul
bait???!
Bahkan mengapa
penduduk Persia tidak mengalah demi memuliakan al-Qur`an yang mulia yang
berbahasa Arab?
Ini adalah
sebuah pertanyaan yang Anda sulit mendapatkan jawabannya dari mereka.
Agar saya bisa
menegaskan bagi Anda, bahwa kami tidak fanatik dengan suku kami, dan bahwa
merekalah yang fanatik dengan suku Persia, dengan fanatik buta, maka
sesungguhnya kami di majalah Qiblati, sebagai solusi akan permasalahan ini,
kami memberikan usul agar teluk itu diberi nama Teluk Islam, maka apakah
orang-orang Persia itu setuju akan penamaan ini???!
Dengan yakin, mereka tidak akan setuju. Jika mereka tidak
setuju, maka ini adalah sebuah dalil yang menjelaskan bahwa Islam bukanlah
sesuatu yang paling mahal bagi mereka. Akan tetapi suku merekalah yang lebih
didahulukan atas segala sesuatu, sekalipun agama Allah adalah sesuatu yang
paling mahal yang dianugerahkan kepada manusia. Inilah sebab yang menjadikan
mereka membatasi imamah (kepemimpinan) itu pada keturunan al-Husain dan tidak
dari keturunan al-Hasan, karena imam-imam mereka datang dari istri al-Husain yang berkebangsaan Persia,
dan mereka tidak ingin imamah itu datang dari keturunan istri al-Hasan yang berkebangsaan Arab.
Syubhat:
Kalian
menganggap Abu Bakar adalah seorang khalifah, padahal dia adalah orang munafik.
Jawaban:
Demikianlah
manusia saat tenggelam dalam jalan kekufuran kepada Allah, dan mempraktekkan
ritual-ritual kesyirikan, dia mesti menganggap orang-orang shalih dan
sebaik-sebaik umat sebagai bagian dari orang-orang munafik. Baiklah, wahai wali
Allah, wahai orang yang memiliki karamah, jawablah pertanyaan ini:
Apa hukum orang yang membaiat orang munafik?!
Sungguh
kitab-kitab syi’ah telah sepakat bahwa Ali Radhiallahu ‘Anhu membaiat Khalifah
Abu Bakar, maka bagaimana mungkin ‘Ali membaiat orang munafik padahal Ali
adalah seorang imam ma’shum (yang terjaga) dari kesalahan (menurut kalian)?
Boleh jadi Ali Radhiallahu ‘Anhu memang tidak ma’shum, atau dia munafik karena
membaiat orang munafik. Tidakkah kalian merasa bagaimana kalian mengucapkan
satu ucapan, dan berkeyakinan dengan berbagai keyakinan yang konsekuensinya
adalah mengkafirkan imam-imam kalian tanpa kalian sadari?
Kalian mengklaim
dengan dusta bahwa kalian mengikuti ahlul bait, maka jika demikian mengapa
kalian tidak mengikuti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang memerintahkan
Abu Bakar untuk mengimami shalat bersama manusia di saat beliau sakit?
Bagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjadikan seorang munafik untuk
shalat bersama manusia? Maka apakah kalian mengetahui kemunafikan Abu Bakar,
sementara Allah, dan Rasul-Nya tidak mengetahuinya?!
Kemudian
kabarkanlah kepadaku wahai wali Allah, mengapa ahlul bait menamakan anak-anak
mereka dengan nama Abu Bakar, dan penghulu mereka Ali Radhiallahu ‘Anhu telah
menamakan anaknya dengan nama Abu Bakar? (bahkan orang Quraisy pertama yang
memberi nama anaknya dengan Abu Bakar, bukan sebagai kun-yah). Jika kalian
mengikuti ahlul bait, maka mengapa kalian tidak menamakan putra-putra kalian
dengan nama sama yang dipilih oleh para imam, imam Ali dan putra-putranya
setelahnya, yang mereka menamakan putra-putra mereka dengan nama Abu Bakar?
Bahkan bagaimana mereka menamakan putra-putra mereka; buah hati mereka dengan
nama musuhnya; yaitu seorang munafik, serta menghidupkan penyebutannya?
Pada
kenyataannya, menjadi jelas bagi saya, bahwa harus ada orang-orang seperti Anda
pada setiap zaman, agar orang-orang berakal bisa merasakan nikmatnya akal,
sementara mereka melihat ada orang-orang yang sengaja membodohkan diri seperti
kalian misalnya, jika kalian tidak kembali kepada al-Haq.
Saya harap, Anda
sampaikan salam saya kepada orang yang telah menanamkan pikiran-pikiran ini
pada diri Anda, dan beritakanlah kepadanya, bahwa dia tidak senilai dengan
tanah yang diinjak oleh kaki Abu bakar as-Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu.
Syubhat:
Telah diketahui
bahwa majalah Qiblati adalah Wahhabi, oleh karena itulah tidak ada yang
membacanya kecuali dua kelompok dari manusia; yaitu wahhabiy atau orang bodoh.
Jawaban:
Lalu Anda
termasuk kelompok yang mana dari dua kelompok itu? (AR)
Sumber : http://qiblati.com
0 komentar:
Posting Komentar