Senin, 17 Februari 2014

Jawaban Syubhat Syiah (4)

Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi
Syubhat:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalih mengabarkan bahwa siapa yang mati, sementara dia tidak mengetahui imam di zamannya, maka dia mati jahiliyah. Kami, kaum syi’ah mengetahui imam zaman kami. Oleh karena itulah kalian ahlussunnah, akan mati dalam keadaan jahiliyah, karena kalian tidak mengetahui imam zaman kalian. Terutama telah disebut dalam shahih al-Bukhari bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalih telah mengabarkan bahwa akan ada 12 imam setelahnya. Oleh karena itu jadilah agama syi’ah sebagai agama yang benar, karena kami beriman dengan kedua belas imam.

Jawaban:
Bismillah. Sepertinya, kami di majalah Qiblati, akan memberikan hadiah kepada orang syiah mana saja yang dapat menghadirkan satu informasi yang benar, atau berpegang diatas dalil yang shahih. Sangat tidak masuk akal pertanyaan Anda ini berisikan informasi yang berbeda, dan dalil yang bermacam-macam, tetapi tidak ditemukan didalamnya satupun yang shahih. Tidak diragukan lagi, bahwa ini menunjukkan terbaliknya ilmu, fitrah dan agama.
Dengarkanlah wahai anakku, mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepadamu dan memperbaikimu:
Pertama, tidak sah sama sekali hadits:
مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَعْرِفْ إِمَامَ زَمَانِهِ فَقَدْ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa mati, dan tidak mengetahui imam zamannya, maka dia mati jahiliyah.”
Ini termasuk hadits-hadits Rafidhah, yang tidak ada asal usulnya menurut ahlus sunnah waljama’ah. Kemudian, tidak benar bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar. Sementara hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma adalah:
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Siapa yang mati, sementara tidak ada baiat di lehernya, maka dia mati dengan kematian secara jahiliyah.”
Maka disini terdapat perbedaan antara bai’at dengan mewajibkan berbaiat kepada imam. Yang pertama adalah pembebanan kewajian untuk mengetahui imam zamannya, dan yang kedua adalah dalam  masalah baiat.
Adapun pengikatan argumentasi Anda tentang baiat, dengan  hadits:
لاَ يَزَالُ الْإِسْلاَمُ عَزِيْزًا إِلىَ اثْنَيْ عَشْرَ خَلِيْفَةً، كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
“Tidak henti-hentinya Islam itu jaya hingga dua belas khalifah, semuanya dari Quraisy.” Maka itu adalah sebuah pengikatan yang rusak, tidak sejalan dengan fakta dan kenyataan sejarah. Jika engkau beriman dengan hadits ini, maka hadits itu datang dengan lafadz khalifah, dan bukan dengan lafadz imam, sebagaimana keyakinan terhadap hadits itu mengharuskan Anda untuk menerima imamah (kepemimpinan) Abu Bakar, Umar, ‘Utsman, dan Mu’awiyah, karena mereka semua adalah khalifah dari Quraisy.
Maka ahlussunnah, bihamdillah, mengetahui imam-imam tersebut, serta mengetahui hak bagi mereka, dan mereka adalah orang yang paling banyak mengambil bagian dengan hadits ini, dan masuk diantara mereka Ali Radhiallahu ‘Anhu, serta al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu, yang keduanya juga Khalifah/imam dari Quraisy.

Seandainya yang dimaksud, sesuai dengan pemahaman Anda, dan pemahaman orang-orang syi’ah bahwa kedua belas khalifah itu adalah para imam Syi’ah, maka pastilah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabdamin ahli baiti “dari ahlul baitku”, dan beliau tidak mengatakan dari Quraisy.

Anda telah bertanya, dan orang-orang Syi’ah lain juga bertanya, ‘Apa dalil masuknya Abu Bakar, Umar, dan Usman Radhiallahu ‘Anhum dalam khalifah dua belas yang dimaksud oleh hadits?
Maka kami menjawab, ‘Bahwa kami mengetahui hal itu dari sabda nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
الْخِلاَفَةُ فِيْ أُمَّتِيْ ثَلاَثُوْنَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ
“Kekhalifahan dalam umatuku itu tiga puluh tahun, kemudian setelahnya adalah kerajaan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Turmudzi)
Sedangkan Imam al-Hasan bin ‘Ali Radhiallahu ‘Anhuma, adalah penyempurna tiga puluh tahun itu karena Khulafaurrasyidin yang empat itu memimpin selama 29 tahun 6 bulan, tinggal 6 bulan disempurnakan oleh Khalifah al-Hasan, jadi genap 30 tahun  sebagaimana disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, ‘Sempurnanya tiga puluh tahun dengan kekhilafahan al-Hasan bin ‘Ali. Karnea dia mengundurkan diri dari kekhilafahan dan menyerahkannya kepada Mu’awwiyah pada Rabi’ul Awwal dari tahun 41 H. itu adalah sempurna tiga puluh tahun dari wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena beliau wafat pada Rabi’ul Awwal tahun 11 H. dan ini adalah termasuk bukti kenabian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sungguh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memujinya dengan perbuatannya ini, dia (imam al-Hasan) meninggalkan dunia yang fana, demi berharap akhirat yang kekal, serta menghentikan pertumpahan ti tubuh umat ini, maka dia mengundurkan diri dari kekhilafahan, serta menjadi kerajaan di tangan Mu’awwiyah hingga kalimatpun bersatu pada satu pemimpin.”
Sebagaimana bahwa al-Hasan bin ‘Ali Radhiallahu ‘Anhuma telah merealisasikan nubuwwat (kabar kenabian) kakeknya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saat beliau bersabda,
إِنَّ ابْنِيْ هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللهُ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيْمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Sesungguhnya putraku ini adalah penghulu, mudah-mudahan dengannya Allah akan mendamaikan kedua kelompok besar dari kaum muslimin.” (HR. al-Bukhari)
Kemudian, saat kita melihat kepada keadaan sekte-sekte, dan kelompok-kelompok sempalan Syi’ah, akan terlihat bahwa mereka tidak sepakat atas para imam, akan tetapi mereka berselisih. Maka ketentuan apakah yang menjadikan al-haq dan kebenaran itu bersama Syi’ah Imamiah, dan tidak bersama kelompok Isma’iliyah, atau Zaidiyah, atau Kisaniyah, atau sempalan yang lain? Maka kalian sendiri terpecah belah menjadi banyak kelompok dalam masalah imamah (sementara ahlussunnah hanya satu kelompok, semua sepakat imamnya adalah Abu bakar, Umar, Usman, Ali, al-Hasan , Mu’awiyah dst. red).
Kemudian perhatikanlah kalimat ‘azizan’ dalam hadits tersebut, Anda akan menemukan bahwa keadaan keyakinan Anda menyelisihinya sama sekali. Saat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Tidak henti-hentinya Islam itu jaya…’ maka sesungguhnya kita bertanya, ‘Dimana kejayaan bagi Islam dengan bersembunyinya imam kedua belas kalian? Dimana kejayaan imam kalian yang bersembunyi? Dimana pertolongannya untuk Islam? Sementara Islam dan kaum muslimin menghadapi berbagai macam kezhaliman, penindasan, dan kesewenang-wenangan?!
Syubhat:
Kalian orang-orang Arab fanatik terhadap suku kalian, dan dalil terbesar adalah pemaksaan kalian memberi nama teluk Persia dengan teluk Arab.
Jawaban:
Sekalipun pertanyaan Anda bukanlah bersifat keagamaan, akan tetapi saya akan menjawab Anda agar para pembaca bisa mengambil faidah.
Yang tidak Anda ketahui bahwa teluk tersebut diberi nama Teluk Arab karena bangsa Arab ada disekitarnya. Dari sisi timur terletak Semenanjung ‘Arab, kemudian dari sisi timur dari arah Iran terletak daerah Ahwaz Arab, yang disebut Arabistan yang diduduki oleh Iran pada tahun 1925 M, yang kemudian disebut secara mutlak Pendudukan Arabistan, sebagaimana hal itu jelas dipeta yang bisa diperhatikan bahwa mayoritas penduduk tepi pantai teluk ini adalah Bangsa Arab. Demikian pula sepanjang teluk tersebut hingga ke selatan terletak laut Arab yang membelah teluk tersebut.

Ini adalah informasi dari sisi letak geografis. Adapun jika Anda menginginkannya dari sisi sejarah, maka teluk tersebut belum memiliki nilai yang sebenarnya kecuali setelah bangsa Arab menaklukkan Persia, dan masuknya Islam kedalamnya. Dari sinilah, dimulai peradaban yang hakiki bagi teluk ini. Maka apakah bangsa Arab tidak berhak untuk menamakan teluk itu dengan nama mereka, sementara merekalah yang mempertahankannya dan menjadikan seluruh negeri yang ada di tepiannya sebagai negeri Islam? Bahkan saya katakan bahwa yang lebih utama bagi bangsa Arab adalah menamakannya dengan Teluk Umar, karena penaklukan itu adalah atas perintah Khalifah Umar bin al-Khaththab Radhiallahu ‘Anhu yang memiliki keutamaan dalam menyelamatkan penduduk Persia dari kegelapan berhala, dan api Majusi kemudian memasukkan mereka ke dalam cahaya Islam. Akan tetapi yang mengejutkan, bahwa orang pertama kali yang melaknat Umar dan membunuhnya adalah penduduk Persia, setelah yang menaklukkan negeri mereka adalah Umar bin al-Khaththab Radhiallahu ‘Anhu.
Kami merasa heran, mengapa penduduk Persia tidak ridha menamakan teluk tersebut dengan teluk Arab, sementara mereka mengklaim diri mereka cinta kepada ahlul bait, sementara seluruh ahlul biat adalah bangsa Arab. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang Arab, Ali Radhiallahu ‘Anhu, adalah orang Arab, Fathimah Radhiallahu ‘Anha adalah orang Arab, al-Hasan dan al-Husain Radhiallahu ‘Anhuma adalah orang Arab. Maka mengapa penduduk Persia tidak mengalah demi memuliakan Ahlul bait yang orang Arab itu jika kecintaan mereka itu jujur kepada ahlul bait???!
Bahkan mengapa penduduk Persia tidak mengalah demi memuliakan al-Qur`an yang mulia yang berbahasa Arab?
Ini adalah sebuah pertanyaan yang Anda sulit  mendapatkan jawabannya dari mereka.
Agar saya bisa menegaskan bagi Anda, bahwa kami tidak fanatik dengan suku kami, dan bahwa merekalah yang fanatik dengan suku Persia, dengan fanatik buta, maka sesungguhnya kami di majalah Qiblati, sebagai solusi akan permasalahan ini, kami memberikan usul agar  teluk itu diberi nama Teluk Islam, maka apakah orang-orang Persia itu setuju akan penamaan ini???!
Dengan yakin, mereka tidak akan setuju. Jika mereka tidak setuju, maka ini adalah sebuah dalil yang menjelaskan bahwa Islam bukanlah sesuatu yang paling mahal bagi mereka. Akan tetapi suku merekalah yang lebih didahulukan atas segala sesuatu, sekalipun agama Allah adalah sesuatu yang paling mahal yang dianugerahkan kepada manusia. Inilah sebab yang menjadikan mereka membatasi imamah (kepemimpinan) itu pada keturunan al-Husain dan tidak dari keturunan al-Hasan, karena imam-imam mereka datang dari istri al-Husain yang berkebangsaan Persia, dan mereka tidak ingin imamah itu datang dari keturunan istri al-Hasan yang berkebangsaan Arab.

Syubhat:
Kalian menganggap Abu Bakar adalah seorang khalifah, padahal dia adalah orang munafik.
Jawaban:
Demikianlah manusia saat tenggelam dalam jalan kekufuran kepada Allah, dan mempraktekkan ritual-ritual kesyirikan, dia mesti menganggap orang-orang shalih dan sebaik-sebaik umat sebagai bagian dari orang-orang munafik. Baiklah, wahai wali Allah, wahai orang yang memiliki karamah, jawablah pertanyaan ini:
Apa hukum orang yang membaiat orang munafik?!
Sungguh kitab-kitab syi’ah telah sepakat bahwa Ali Radhiallahu ‘Anhu membaiat Khalifah Abu Bakar, maka bagaimana mungkin ‘Ali membaiat orang munafik padahal Ali adalah seorang imam ma’shum (yang terjaga) dari kesalahan (menurut kalian)? Boleh jadi Ali Radhiallahu ‘Anhu memang tidak ma’shum, atau dia munafik karena membaiat orang munafik. Tidakkah kalian merasa bagaimana kalian mengucapkan satu ucapan, dan berkeyakinan dengan berbagai keyakinan yang konsekuensinya adalah mengkafirkan imam-imam kalian tanpa kalian sadari?
Kalian mengklaim dengan dusta bahwa kalian mengikuti ahlul bait, maka jika demikian mengapa kalian tidak mengikuti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang memerintahkan Abu Bakar untuk mengimami shalat bersama manusia di saat beliau sakit? Bagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjadikan seorang munafik untuk shalat bersama manusia? Maka apakah kalian mengetahui kemunafikan Abu Bakar, sementara Allah, dan Rasul-Nya tidak mengetahuinya?!
Kemudian kabarkanlah kepadaku wahai wali Allah, mengapa ahlul bait menamakan anak-anak mereka dengan nama Abu Bakar, dan penghulu mereka Ali Radhiallahu ‘Anhu telah menamakan anaknya dengan nama Abu Bakar? (bahkan orang Quraisy pertama yang memberi nama anaknya dengan Abu Bakar, bukan sebagai kun-yah). Jika kalian mengikuti ahlul bait, maka mengapa kalian tidak menamakan putra-putra kalian dengan nama sama yang dipilih oleh para imam, imam Ali dan putra-putranya setelahnya, yang mereka menamakan putra-putra mereka dengan nama Abu Bakar? Bahkan bagaimana mereka menamakan putra-putra mereka; buah hati mereka dengan nama musuhnya; yaitu seorang munafik, serta menghidupkan penyebutannya?
Pada kenyataannya, menjadi jelas bagi saya, bahwa harus ada orang-orang seperti Anda pada setiap zaman, agar orang-orang berakal bisa merasakan nikmatnya akal, sementara mereka melihat ada orang-orang yang sengaja membodohkan diri seperti kalian misalnya, jika kalian tidak kembali kepada al-Haq.
Saya harap, Anda sampaikan salam saya kepada orang yang telah menanamkan pikiran-pikiran ini pada diri Anda, dan beritakanlah kepadanya, bahwa dia tidak senilai dengan tanah yang diinjak oleh kaki Abu bakar as-Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu.
Syubhat:
Telah diketahui bahwa majalah Qiblati adalah Wahhabi, oleh karena itulah tidak ada yang membacanya kecuali dua kelompok dari manusia; yaitu wahhabiy atau orang bodoh.
Jawaban:
Lalu Anda termasuk kelompok yang mana dari dua kelompok itu? (AR)


0 komentar:

Posting Komentar