Rabu, 06 Mei 2015

Tidak Mengubah Janji

Filled under:


Saya masih ingat hari itu, Kamis, 30 Januari tahun 2014. Ustadz itu, dia berdiri di sana, di bawah mihrab masjid. Ustadz yang usianya sudah sepuh tapi semangatnya masih muda membara. Sekitar 20 meter di depannya, kawan sekaligus teman seperjuangannya terbujur kaku di atas keranda jenazah. Kawan yang usianya masih lebih muda usianya dibandingkan dengan beliau telah mendahuluinya.

Dan aku, berdiri sekitar 10 meter di depannya agak serong sedikit dekat pintu selatan masjid mendengar wejangan beliau, وَ كَفَى بِالمَوْتِ وَاعِظًا 

"Cukuplah kematian sebagai pemberi nasihat."

"Ada sebuah ayat dalam al-Qur`an," kata beliau, "yang semoga ustadz kita dan kita termasuk di dalamnya. Ayat itu terdapat pada surah al-Ahzab, 

مِنَ المُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُو اللهَ عَلَيهِ فَمِنهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَ مِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَ مَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

"Di antara orang-orang yang beriman ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang telah gugur. Dan di antara mereka ada yang masih menungu, dan mereka sedikirpun tidak mengubah janjinya." (Al-Ahzab : 23)

"Semoga," sambung beliau, "ustadz yang telah mendahului kita termasuk yang telah gugur dan kita termasuk orang yang masih menunggu dan tidak pernah mengubah janji tersebut."

 


Sekelebat dalam ingatan, bunyi ayat tadi mengingatkan saya akan sahabat Rasulullah, Anas bin an-Nadhr yang merasa bersalah karena tidak ikut pada perang Badar membela Rasulullah dan berjanji akan meperlihatkan kepada Allah apa yang akan ia perbuat jika Allah menakdirkan ada pertempuran selanjutnya. 

Jujurlah dia dengan janjinya, setahun setelahnya, berkecamuklah perang Uhud dan dia langsung mengambil bagian dalam perang itu. Sebelum perang berkecamuk, dia berkata, "Duhai angin surga. Aku telah mencium bau surga dari balik bukit Uhud."

Dan setelah perang berakhir, tubuh sahabat itu terbujur kaku dengan lebih delapan puluh bekas pukulan, tusukan tombak dan bekas anak panah terlihat melekat tubuhnya.

Semoga Allah mempertemukan kita kelak di surga bersama dengan sahabat-sahabat yang telah mendahului kita ke sana. Sambil bersandar di atas balai-balai surga tersenyum ceria bernostalgia tentang kisah-kisah perjuangan hidup ketika masih di dunia. Amiin.

Posted By Dzaky Moebarak14.20

Waktu Semakin Cepat Berlalu

Filled under: ,



Oleh: Dzaky Mubarak

Waktu semakin cepat berlalu
Kita, manusia dengan mata-mata lemah
Hanya bisa terperangah
Betapa cepatnya waktu pada zaman ini


Waktu setahun serasa sebulan
Sebulan bagaikan sepekan
Sepekan seperti sehari
Sehari terasa sejam
Sejam terasa semenit
Semenit terasa sedetik
Sedetik tidak terasa apa-apa
Berlalu secepat kilat, sekejap mata


Waktu semakin cepat berlalu
Kita, manusia dengan pikiran yang terbatas
Hanya bisa tertegun dengan kecepatannya

Kita memasuki waktu pagi dengan perasaan, eh sudah pagi lagi
Kita memasuki waktu sore dengan melihat matahari akan terbenam
Dengan bergumam,
Satu hari lagi terlalu berlalu dari diriku


Waktu semakin cepat berlalu
Kita, manusia dengan kaki-kaki mungil
Sekuat tenaga untuk mengejarnya


Dia telah lahir sebelum kita terlahir
Ketika kita sudah bisa bersiap mengejarnya dengan berdiri,
Waktu itu mulai berjalan
Ketika kita sudah bisa berjalan, dia sudah berlari
Ketika kita mengejarnya dengan berlari, waktu itu sudah terbang melesat
Sementara kita, manusia,
Tidak bisa terbang mengikuti kecepatannya


Benarlah sabda Rasulullah,
Sebagaimana diriwayatkan olah Sahabat Nabi, Abu Hurairah:
“Tidak terjadi hari kiamat dan sehingga dihilangkannya ilmu, banyak gempa bumi, waktu semakin berdekatan (terasa singkat), banyak terjadi fitnah, dan banyak pembunuhan.” (HR. Al-Bukhari)


Dan juga dalam hadits yang diriwayatkan
oleh sahabat Nabi, Anas bin Malik,
bahwa ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak akan terjadi hari Kiamat sebelum sampai zaman itu menjadi saling berdekatan. Maka satu tahun seperti satu bulan, satu bulan seperti satu Jum‘at (pekan) dan satu Jum‘at seperti satu hari dan satu hari seperti satu jam dan satu jam seperti nyala api (hanya sekejap)”
(HR. Ahmad bin Hambal dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ no.7422)


Imam Hasan Al-Bashri berkata:
"Wahai anak cucu Adam
Kalian sesungguhnya hanyalah kepingan hari-hari,
Jika sehari telah berlalu,
Maka sebagian dari dirimu telah pergi, meninggalkanmu.


Waktu, jika bukan kamu yang memotongnya,
Maka dia yang memotongmu.


Ditulis di Makassar,
Pagi, satu hari sebelum akhir November 2014 berlalu

Posted By Dzaky Moebarak14.17

Organisasi Islam atau Apapun Namanya ...

Filled under:


Organisasi, himpunan, perkumpulan, jama’ah atau apapun namanya di dalam islam bagaikan kapal laut-kapal laut yang berlayar dan menuju ke sebuah pulau yang satu bernama ‘Pulau Kejayaan Islam’. Pernah di masa silam para pendahulu kita bermukim di sana tapi para orangtua kita meninggalkan pulau tersebut dan tersesat dalam derasnya arus kehidupan. Maka beberapa kelompok berkumpul dan membentuk sebuah kapal laut-kapal laut yang bisa mengantarkan mereka kembali ke pulau tersebut. Pemimpinnya adalah nahkodanya. Dan dengan hasil musyawarah dibentuklah susunan koordinasi pada kapal laut tersebut agar semuanya tidak saling sikut kewajiban, saling berebut tugas, atau saling mengharapkan temannya mengerjakan pekerjaannya. Ada regu yang mengurus bahan bakar kapal, ada yang mengurus makanan, ada yang mencari ikan, ada yang membersihkan kapal, ada yang memperbaiki kerusakan kapal, dan lain-lain.

Sebetulnya setiap orang dipersilahkan berlayar sendiri menggunakan perahu kecil yang dimilikinya, akan tetapi perlu diingat bahwa dalamnya air laut siapa yang kira tingginya ombak siapa yang duga. Orang-orang yang hanya mengandalkan perahu kecil kemungkinan tenggelamnya dalam gelombang laut terlampau besar untuk ditanggung oleh pundak seoarng anak manusia. Makanya, dalam perjalanannya kapal laut ini menuju ke pulau maka kapal-kapal ini akan memanggil orang-orang yang berada di bwah mereka yang menggunkan perahu-perahu kecil. Dengan tujuan menambah jama’ah karena dengan lebih banyaknya jama’ah maka akan ada banyak hal yang bisa diselesaikan dibanding jika dikerjakan oleh jama’ah yang sedikit.

Dalam perjalanannya, kapal-kapal ini akan menghadapi berbagai macam aral, gelombang pasang, angin gemuruh, cuaca yang keras, hujan badai, dan karang-karang laut. Akibatnya adalah kapal-kapal ini akan mengalami kerusakan yang paranh di sana-sini. Belum lagi di antara masalah yang ditimbulkan oleh penumpang-penumpang yang mementingkan diri sendiri berbuat seenaknya atas nama kapal. Mereka mencoreng nama baik kapal dan merobek bendera kapal, dalam bahasa kiasan. Yang mengakibatkan ada di antara para penumpang yang tidak tahan dengan kondisi kapal ini yang membuat mereka pusing, mabuk dan muntah-muntah. Ketika mereka yang tidak tahan ini sudah berada pada kondisi yang menjadikan mereka muak, mereka pun akhirnya turun dari kapal dan menggunakan sampan kecil mereka atau mereka akan beralih ke kapal yang lain.

Akan tetapi tidak bisa disangkal bahwa ada beberapa penumpang yang telah tertempa, terlatih, dan terbiasa dengan kondisi seperti itu, maka mereka akan dengan sabar berada di atas kapal tersebut. Mereka akan memanggil sesama penumpang kapal dan membicarakan bagaiman cara untuk memperbaiki kerusakan kapal yang terjadi. Bahu membahu dan bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, karena mereka yakin sudah sunnatullah bahwa lebih banyak kepala memang bisa mendatangkan banyak masalah tapi bisa juga membawa banyak ide-ide yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Mereka yakin bahwa keruh pahitnya dalam berjama’ah jauh lebih lebih baik dari jernih manisnya ketika bersendirian.

Seiring berjalannya waktu, di antara kapal-kapal tersebut ada yang kerusakannya sudah sangat parah dan sulit untuk diperbaiki. Nahkoda sudah tidak peduli, navigator tidak peduli, seluruh penumpang juga tidak lagi peduli. Akhirnya kapal itu kehilangan arah, berputar, terombang-ambing dalam ganasnya ombak samudera. Yang menjadikan kapal itu melenceng dari tujuan yang semula yaitu mencapai pulau kejayaan islam. Ketika kapal yang sudah sangat rusak parah tersebut sudah tidak bisa diperbaiki, nahkoda sudah tidak peduli, penumpang saling mementingkan diri sendiri. Segala upaya untuk memperbaiki kapal kandas di tangan para pembuat kapal itu sendiri. Maka menjadi hal yang wajarlah jika sebagian orang dari mereka keluar dari kapal untuk membuat sebuah kapal baru, bukan sebagai bentuk pengkhianatan kepada teman-teman seperjuangannya, tapi sebagai bentuk menjaga agar diri mereka tidak ikut terseret dalam gelombang samudera yang menghantam. Agar tujuan dan cita-cita awal mereka menuju ke pulau tetap bisa terselesaikan. Agar mereka bisa berlabuh dengan suka cita di sana.

Akhir cerita, ketika mereka telah berlabuh, maka kapal-kapal tersebut pun ditinggalkan, benderanya mungkin masih berkibar, catatan-catatan rekaman pelayaran mungkin masih tersimpan, tiang-tiangnya masih tegak berdiri, cerobongnya masih kokoh menatap angkasa, tapi kapal itu sendiri kini tinggal kenangan. Karena pulau sudah dicapai, tujuan sudah tergapai, maka untuk apa lagi kita membangga-banggakan kapal kita, untuk apa lagi kita tetap tinggal di kapal. Bukankah tujuan awal kita membuat kapal untuk menuju sebuah Pulau, kapal itu hanya sebagai sarana transportasi. Dan ketika sarana itu sudah tidak diperlukan lagi maka kita pun meninggalkannya. Karena dengan meninggalkannya maka ummat bisa kembali bersatu dalam naungan islam tanpa membanggakan bendera dan semboyan masing-masing.


Posted By Dzaky Moebarak14.10

Fotografer dan Mobil Hantu

Filled under:


Oleh: Yusuf Ayyub* 

Pemberitahuan:
Kisah berikut ini adalah fiktif. Tokoh, tempat dan kejadian adalah semata-mata rekayasa. 

----
 
Pada suatu hari, seorang fotografer mengikuti sebuah karya wisata ke sebuah hutan yang eksotis. Tujuan utama dia mengikuti wisata tersebut tentunya agar dia bisa mengambil gambar pemandangan hutan yang indah.

Ketika rombongan wisata masuk ke hutan dan pemandu menjelaskan tentang hutan tersebut. Sang fotografer bukannya memperhatikan pemandu, malah sibuk dengan kameranya sendiri memotret pemandangan ke sana kemari, hingga pada saat dia sadar ternyata rombongan sudah pergi meninggalkannya seorang diri.

Ia pun berteriak-teriak memanggil teman-temannya, namun mereka sudah pergi jauh. Dia pun terus berjalan dengan menggunakan instingnya berusaha mengejar teman- temannya sementara matahari pun terus bergerak menuju peraduannya.

Tidak seorang pun dapat menghentikan sang waktu, termasuk sang fotografer. Akhirnya matahari terbenam, sore berganti malam, terang menjadi gelap, dan yang lebih parah lagi awan mendung dan mejatuhkan butiran airnya yang tidak terlalu deras tapi cukup untuk membuat orang menjadi basah dan kedinginan.

Di tengah kegelapan malam dan kegelapan hutan, ditemani rasa takut, dingin, lapar dan dahaga, fotografer itu terus berjalan dengan sisa-sisa harapan yang ia miliki.

Dan ketika harapan itu hampir punah dari dalam dirinya, tiba-tiba setitik harapan baru muncul. Dari kejauhan, ia melihat dua cahaya yang berasal dari sebuah mobil yang sedang berjalan. Artinya ada jalanan aspal di hadapannya, maka dia bergegas menuju ke sana.

Dengan nafas yang tersengal-sengal dan kaki yang kesakitan, dia sampai di jalanan, dan betul... jalanan itu adalah jalanan aspal. Tapi ada yang aneh... Mobil yang dia lihat dari kajauhan tadi sepertinya tidak bergerak dari tempatnya, saking lambatnya. Tapi dia tetap menunggu dengan sabar.

Dan ketika mobil itu melintas di depannya, tanpa babibu, tanpa minta izin, dia membuka pintu depannya dan langsung duduk dengan lega di atas kursinya. "Hhhh, terima kasih banyak. Siapapun Anda, saya sangat meminta maaf karena dengan lancang tiba-tiba lompat masuk ke mobil Anda. Rasa takut saya lah yang menjadikan saya melakukannya." kata fotografer itu, terdengar rasa lega dari tiap kata yang terucap.

Belum selesai perasaan lega yang ia rasakan, tiba-tiba hampir saja dia melompat kembali keluar dari mobil, ketika dia melihat ke tempat duduk sopir ternyata kursi itu kosong tak berpenghuni. Secepat kilat dia memalingkan wajahnya ke depan dengan sorot mata yang ketakutan. Keringat dingin bercucuran bagaikan biji jagung dari badannya. Nafasnya tersengal-sengal, degup jantungnya berdebar cepat dan seluruh persendian tubuhnya mengigil. Tapi dia tidak berani melompat keluar, karena keadaan di luar lebih parah dari apa yang dia rasakan saat ini. Dia mengepalkan kedua tangannya dan terus meminta pertolongan kepada Allah.

Mobil itu pun terus berjalan di tengah gelapnya hutan yang hanya diterangi oleh dua cahaya lampunya. Jalanan yang sedari tadi lurus tiba-tiba di depannya ada jalanan yang berbelok ke arah kiri. Disebabkan saking takutnya si fotografer, kedua tangannya yang ingin membelokkan setir mobil ke arah kiri tidak bisa dia gerakkan. Kedua tangan itu kaku bagaikan batu. Di hanya bisa melihat nanar ke depan sambil berharap agar mobil itu berbelok dengan sendirinya agar tidak menabrak pohon.

Dan betul, mobil itu berbelok ke arah kiri, tapi tidak berbelok dengan sendirinya, melainkan ada tangan misterius berwarna gelap yang menyelinap dari balik gelapnya hutan masuk ke dalam mobil dan memutar setir mobil tersebut. Yang menjadikan si fotografer bertambah keras degupan jantungnya, semakin bergetar tubuhnya tanpa bisa dia kendalikan lagi. Nafasnya tersengal-sengal dua kali lipat dari sebelumnya. Dan lagi-lagi dia hanya bisa memandang ke depan, dengan air mata yang mulai membanjir di kedua bola matanya. Dia mulai menangis seperti anak kecil yang diambil mainannya. Bibirnya membiru ketakutan kedinginan.

Dengan keadaan seperti itu hampir-hampir saja dia pingsan, jika saja dia tidak melihat beberapa meter di depannya, ada sebongkah cahaya yang menerangi pekatnya hutan. Cahaya itu berasal dari sebuah warung singgah di pinggir jalan. Tanpa ada keraguan sedikitpun, dia langsung melompat berlari dan menghamburkan dirinya ke dalam warung, langsung duduk pas di depan pelayan warung yang menyediakan minuman. “Hh… hh… hh… Tttt… ttt.,, tolong. A… aa… aaairnya satu gelas.” Kata fotografer itu dengan nafas terbata-bata dengan nada memelas, terasa sekali ketakutan dari warna bicaranya.

Dalam sekejap saja, tandas satu gelas air minum mengalir masuk ke dalam tenggorokannya. “Ada apa dengan Anda, Pak. Bagaimana ceritanya?” Tanya pelayan itu sambil meletakkan selembar handuk ke pundak fotografer itu. Setelah berterima kasih kepada pelayan, masih dengan kata-kata yang bergetar, dari bibirnya yang membiru dia menceritakan kisahnya sejak awal dia berpisah dari rombongan, tersesat di tengah hutan, ketemu mobil hantu yang jalan sendiri hingga dia terdampar di warung tersebut. Setelah bercerita panjang lebar, dia pingsan. Tertidur pulas.

Suara hujan masih terdengar dari luar, tapi sudah mulai agak reda. Lalu masuklah dua orang yang berpenampakan misterius. Mereka berdua menggunakan jas hujan dan kepala mereka tertutupi oleh tudung jas hujan itu. Meskipun mereka menggunakan jas hujan, tapi mereka terlihat sangat basah. Keduanya melepaskan jas hujannya, dan menggantungnya di tempat yang telah disediakan. Ternyata mereka berdua laki-laki. Dan sepertinya mereka sangat lelah, letih, lesu, layu dan lunglai. Kedua lelaki itu mendekat ke pelayan yang menyediakan minuman, lalu duduk pas disamping tempat duduk si fotografer yang masih tertidur pulas. Kedua orang tadi meminta dua gelas kopi, lalu sambil menunggu kopi disiapkan mereka berdua terlibat perbincangan yang cukup serius.

Tak sengaja salah seorang dari mereka berdua, melihat seorang bapak yang tertidur sangat pulas di samping mereka, yang tidak lain adalah si fotografer tadi. Lalu orang yang melihatnya mencolek pundak temannya sambil berkata, “Hei, liat orang ini! Ini tadi orang kurang ajar yang naik di mobil kita yang kita setengah mati dorong.”
------

Surrpraaaais! Hehehe
Why so serious?!

Secara umum dalam dunia penulisan fiksi, terutama yang berbentuk cerpen atau novel, terdapat dua jenis ending, yaitu happy ending dan sad ending. Dan ada yang menambahkan jenis ending yang ketiga yaitu shock ending, yaitu ending yang nge-twist, ending yang pembaca merasa ditipu dari halaman pertama sampai terakhir. Ending yang membuat pembaca ternganga sambil berpikir, “Oh, ternyata begitu.” Ending yang mengandung surprise. Mengadung kejutan.

Meskipun merasa ditipu, tapi banyak pembaca yang suka dengan jenis cerita yang seperti ini. Dan menganggap bahwa si pembuat cerita adalah orang yang hebat.

Dan tahukah kalian, teman? Bahwa ternyata hidup ini adalah kumpulan dari kepingan-kepingan surprise yang telah Allah siapkan untuk kita nikmati. Allah akan memberikan kejutannya pada saatnya nanti. Saat dimana semuanya telah terasa menakutkan dan “wah ternyata…” Subhanallah.

Menutup tulisan ini, saya akan menukil perkataan Ippho Santosa tentang surprise ini. 

“Berikan SURPRISE kepada sesama, maka DIA akan memberikan SURPRISE kita.”

Sekian dan terima kasih. *nd

Posted By Dzaky Moebarak14.08