Oleh: Yusuf Ayyub*
Pemberitahuan:
Kisah berikut ini adalah fiktif. Tokoh, tempat dan kejadian adalah semata-mata rekayasa.
----
Pada
suatu hari, seorang fotografer mengikuti sebuah karya wisata ke sebuah
hutan yang eksotis. Tujuan utama dia mengikuti wisata tersebut tentunya
agar dia bisa mengambil gambar pemandangan hutan yang indah.
Ketika
rombongan wisata masuk ke hutan dan pemandu menjelaskan tentang hutan
tersebut. Sang fotografer bukannya memperhatikan pemandu, malah sibuk
dengan kameranya sendiri memotret pemandangan ke sana kemari, hingga
pada saat dia sadar ternyata rombongan sudah pergi meninggalkannya
seorang diri.
Ia pun berteriak-teriak memanggil teman-temannya,
namun mereka sudah pergi jauh. Dia pun terus berjalan dengan menggunakan
instingnya berusaha mengejar teman- temannya sementara matahari pun
terus bergerak menuju peraduannya.
Tidak seorang pun dapat
menghentikan sang waktu, termasuk sang fotografer. Akhirnya matahari
terbenam, sore berganti malam, terang menjadi gelap, dan yang lebih
parah lagi awan mendung dan mejatuhkan butiran airnya yang tidak terlalu
deras tapi cukup untuk membuat orang menjadi basah dan kedinginan.
Di
tengah kegelapan malam dan kegelapan hutan, ditemani rasa takut,
dingin, lapar dan dahaga, fotografer itu terus berjalan dengan sisa-sisa
harapan yang ia miliki.
Dan ketika harapan itu hampir punah dari
dalam dirinya, tiba-tiba setitik harapan baru muncul. Dari kejauhan, ia
melihat dua cahaya yang berasal dari sebuah mobil yang sedang berjalan.
Artinya ada jalanan aspal di hadapannya, maka dia bergegas menuju ke
sana.
Dengan nafas yang tersengal-sengal dan kaki yang kesakitan,
dia sampai di jalanan, dan betul... jalanan itu adalah jalanan aspal.
Tapi ada yang aneh... Mobil yang dia lihat dari kajauhan tadi sepertinya
tidak bergerak dari tempatnya, saking lambatnya. Tapi dia tetap
menunggu dengan sabar.
Dan ketika mobil itu melintas di depannya,
tanpa babibu, tanpa minta izin, dia membuka pintu depannya dan langsung
duduk dengan lega di atas kursinya. "Hhhh, terima kasih banyak.
Siapapun Anda, saya sangat meminta maaf karena dengan lancang tiba-tiba
lompat masuk ke mobil Anda. Rasa takut saya lah yang menjadikan saya
melakukannya." kata fotografer itu, terdengar rasa lega dari tiap kata
yang terucap.
Belum selesai perasaan lega yang ia rasakan,
tiba-tiba hampir saja dia melompat kembali keluar dari mobil, ketika dia
melihat ke tempat duduk sopir ternyata kursi itu kosong tak
berpenghuni. Secepat kilat dia memalingkan wajahnya ke depan dengan
sorot mata yang ketakutan. Keringat dingin bercucuran bagaikan biji
jagung dari badannya. Nafasnya tersengal-sengal, degup jantungnya
berdebar cepat dan seluruh persendian tubuhnya mengigil. Tapi dia tidak
berani melompat keluar, karena keadaan di luar lebih parah dari apa yang
dia rasakan saat ini. Dia mengepalkan kedua tangannya dan terus meminta
pertolongan kepada Allah.
Mobil itu pun terus berjalan di tengah
gelapnya hutan yang hanya diterangi oleh dua cahaya lampunya. Jalanan
yang sedari tadi lurus tiba-tiba di depannya ada jalanan yang berbelok
ke arah kiri. Disebabkan saking takutnya si fotografer, kedua tangannya
yang ingin membelokkan setir mobil ke arah kiri tidak bisa dia gerakkan.
Kedua tangan itu kaku bagaikan batu. Di hanya bisa melihat nanar ke
depan sambil berharap agar mobil itu berbelok dengan sendirinya agar
tidak menabrak pohon.
Dan betul, mobil itu berbelok ke arah kiri,
tapi tidak berbelok dengan sendirinya, melainkan ada tangan misterius
berwarna gelap yang menyelinap dari balik gelapnya hutan masuk ke dalam
mobil dan memutar setir mobil tersebut. Yang menjadikan si fotografer
bertambah keras degupan jantungnya, semakin bergetar tubuhnya tanpa bisa
dia kendalikan lagi. Nafasnya tersengal-sengal dua kali lipat dari
sebelumnya. Dan lagi-lagi dia hanya bisa memandang ke depan, dengan air
mata yang mulai membanjir di kedua bola matanya. Dia mulai menangis
seperti anak kecil yang diambil mainannya. Bibirnya membiru ketakutan
kedinginan.
Dengan keadaan seperti itu hampir-hampir saja dia
pingsan, jika saja dia tidak melihat beberapa meter di depannya, ada
sebongkah cahaya yang menerangi pekatnya hutan. Cahaya itu berasal dari
sebuah warung singgah di pinggir jalan. Tanpa ada keraguan sedikitpun,
dia langsung melompat berlari dan menghamburkan dirinya ke dalam warung,
langsung duduk pas di depan pelayan warung yang menyediakan minuman.
“Hh… hh… hh… Tttt… ttt.,, tolong. A… aa… aaairnya satu gelas.” Kata
fotografer itu dengan nafas terbata-bata dengan nada memelas, terasa
sekali ketakutan dari warna bicaranya.
Dalam sekejap saja,
tandas satu gelas air minum mengalir masuk ke dalam tenggorokannya. “Ada
apa dengan Anda, Pak. Bagaimana ceritanya?” Tanya pelayan itu sambil
meletakkan selembar handuk ke pundak fotografer itu. Setelah berterima
kasih kepada pelayan, masih dengan kata-kata yang bergetar, dari
bibirnya yang membiru dia menceritakan kisahnya sejak awal dia berpisah
dari rombongan, tersesat di tengah hutan, ketemu mobil hantu yang jalan
sendiri hingga dia terdampar di warung tersebut. Setelah bercerita
panjang lebar, dia pingsan. Tertidur pulas.
Suara hujan masih
terdengar dari luar, tapi sudah mulai agak reda. Lalu masuklah dua orang
yang berpenampakan misterius. Mereka berdua menggunakan jas hujan dan
kepala mereka tertutupi oleh tudung jas hujan itu. Meskipun mereka
menggunakan jas hujan, tapi mereka terlihat sangat basah. Keduanya
melepaskan jas hujannya, dan menggantungnya di tempat yang telah
disediakan. Ternyata mereka berdua laki-laki. Dan sepertinya mereka
sangat lelah, letih, lesu, layu dan lunglai. Kedua lelaki itu mendekat
ke pelayan yang menyediakan minuman, lalu duduk pas disamping tempat
duduk si fotografer yang masih tertidur pulas. Kedua orang tadi meminta
dua gelas kopi, lalu sambil menunggu kopi disiapkan mereka berdua
terlibat perbincangan yang cukup serius.
Tak sengaja salah
seorang dari mereka berdua, melihat seorang bapak yang tertidur sangat
pulas di samping mereka, yang tidak lain adalah si fotografer tadi. Lalu
orang yang melihatnya mencolek pundak temannya sambil berkata, “Hei,
liat orang ini! Ini tadi orang kurang ajar yang naik di mobil kita yang
kita setengah mati dorong.”
------
Surrpraaaais! Hehehe
Why so serious?!
Secara
umum dalam dunia penulisan fiksi, terutama yang berbentuk cerpen atau
novel, terdapat dua jenis ending, yaitu happy ending dan sad ending. Dan
ada yang menambahkan jenis ending yang ketiga yaitu shock ending, yaitu
ending yang nge-twist, ending yang pembaca merasa ditipu dari halaman
pertama sampai terakhir. Ending yang membuat pembaca ternganga sambil
berpikir, “Oh, ternyata begitu.” Ending yang mengandung surprise.
Mengadung kejutan.
Meskipun merasa ditipu, tapi banyak pembaca
yang suka dengan jenis cerita yang seperti ini. Dan menganggap bahwa si
pembuat cerita adalah orang yang hebat.
Dan tahukah kalian,
teman? Bahwa ternyata hidup ini adalah kumpulan dari kepingan-kepingan
surprise yang telah Allah siapkan untuk kita nikmati. Allah akan
memberikan kejutannya pada saatnya nanti. Saat dimana semuanya telah
terasa menakutkan dan “wah ternyata…” Subhanallah.
Menutup tulisan ini, saya akan menukil perkataan Ippho Santosa tentang surprise ini.
“Berikan SURPRISE kepada sesama, maka DIA akan memberikan SURPRISE kita.”
Sekian dan terima kasih. *nd
Posted By Dzaky Moebarak14.08