PERNAH memperhatikan sampul belakang buku iqro,
ada foto seorang kakek yang memegang tongkat. Tahukah siapa beliau? Beliau
adalah K.H. As’ad Humam.
Memang tak banyak orang yang mengenal K.H. As’ad
Humam. K.H. As’ad Humam lahir pada tahun 1933. Beliau mengalami cacat fisik
sejak remaja. Beliau terkena penyakit pengapuran tulang belakang, dan harus
menjalani perawatan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta selama satu setengah
tahun. Penyakit inilah yang dikemudian hari membuat As’ad Humam tak mampu
bergerak secara leluasa sepanjang hidupnya. Hal ini dikarenakan sekujur
tubuhnya mengejang dan sulit untuk dibungkukkan. Dalam keseharian, sholatnya
pun harus dilakukan dengan duduk lurus, tanpa bisa melakukan posisi ruku’
ataupun sujud. Bahkan untuk menengok pun harus membalikkan seluruh tubuhnya.
Beliau juga bukan seorang akademisi atau kalangan terdidik lulusan Pesantren
atau Sekolah Tinggi Islam, beliau hanya lulusan kelas 2 Madrasah Mualimin
Muhammadiyah Yogyakarta (Setingkat SMP).
Nama asli dari KH As’ad Humam hanyalah As’ad saja,
sedangkan nama Humam yang diletakkan dibelakang adalah nama ayahnya, H Humam
Siradj. KH As’ad Humam (alm) tinggal di Kampung Selokraman, Kotagede
Yogyakarta. Ia adalah anak kedua dari 7 bersaudara. Darah wiraswasta
diwariskan benar oleh orang tua mereka, terbukti tak ada satu pun dari mereka
yang menjadi Pegawai Negeri Sipil. KH Asad Humam sendiri berprofesi sebagai
pedagang imitasi di pasar Bringharjo, kawasan Malioboro Yogyakarta. Profesi
ini mengantarnya berkenalan dengan KH Dachlan Salim Zarkasyi. Berawal dari
silaturahim ini kemudian KH As’ad Humam mengenal metode Qiroati.
Dari Qiroati ini pula kemudian muncul gagasan-gagasan
KH As’ad Humam untuk mengembangkannya supaya lebih mempermudah penerimaan
metode ini bagi santri yang belajar Al Quran. Mulailah KH As’ad Humam
bereksperimen, dan hasilnya kemudian ia catat, dan ia usulkan kepada KH Dachlan
Zarkasyi.
Namun gagasan-gagasan tersebut seringkali ditolak oleh
KH Dachlan Salim Zarkasyi, terutama untuk dimasukkan dalam Qiroati, karena
menurutnya Qiroati adalah inayah dari Allah sehingga tidak perlu ada perubahan.
Hal inilah yang pada akhirnya menjadikan kedua tokoh ”berkonflik”. Sehingga
pada akhirnya muncullah gagasan KH As’ad Humam dan Team Tadarus Angkatan Muda
Masjid dan Mushalla (Team Tadarus “AMM”) Yogyakarta untuk menyusun sendiri
dengan pengembangan penggunaan cara cepat belajar membaca Al-Qur’an melalui
metode Iqro.
PADA awalnya, pengembangan metode Iqro yang
digagas oleh KH As’ad Humam ini hanya perantaraan dari mulut ke mulut atau
‘getok tular’, namun karena ketekunan KH As’ad, metode Iqro mampu dikembangkan
secara luas dan diterima baik oleh masyarakat di Indonesia bahkan di dunia
internasional, dengan dibantu aktivis yang tergabung dalam Team Tadrus AMM
Yogyakarta.
Banyak para penguji mencoba mengadakan pengujian
terhadap keakuratan metode ini. Ternyata hasilnya membuktikan, selain
sederhana, metode iqro sangat mudah untuk mempelajari Al-Qur’an. Singkatnya,
setelah melalui studi banding dan ujicoba tersebut, maka pada tanggal 21 Rajab
1408 H, bertepatan dengan tanggal 16 Maret 1988, didirikanlah Taman Kanak-Kanak
Al-Qur’an (TKA) AMM Yogyakarta. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 16
Ramadhan 1409 H (23 April 1989) didirikan pula Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA)
AMM Yogyakarta.
Dan pada tahun 1991 Menteri Agama RI, H Munawir
Sjadzali MA, TKA /TPA yang didirikan K.H. As’ad Humam di kampung Selokraman
Kotagede Yogya sebagai balai litbang LPTQ Nasional. Dan selanjutnya,
perkembangan Iqro’ pun meluasa tidak hanya di di Yogyakarta Dan Jawa Tengah
saja namun sudah sampai ke pelosok-pelosok tanah air dan mancanegara. Bahkan
di Malaysia, metode Iqro ditetapkan sebagai kurikulum wajib di sekolah.
Metode Iqro’ sendiri telah sering diteliti Dan
dijadikan objek penelitian. Hasilnya, efektivitas metode Iqro’ dalam
pembelajaran membaca Al-Qur’an di TKA-TPA AMM Kotagede Yogyakarta bagi anak
usia TK (4,0 – 6,0 tahun) dalam waktu 6–18 bulan sudah mencapai angka 89,9%
yang bisa diantarkan memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an.
Sedang untuk anak usia SD (mayoritas usia 7,0 –
9,0 tahun) ternyata lebih cepat lagi. Dalam waktu 12 bulan, mayoritas dari
mereka (84,31%) telah lancar membaca al-Qur’an. Waktu yang relatif cepat bila
dibandingkan dengan metode (kaidah) Baghdadiyah melalui sistem pengajian
“tradisional” yang memerlukan waktu 2–5 tahun.
Kesemuanya itu ternyata mampu menggairahkan
kembali umat Islam untuk mempelajari Al-Quran. Bahkan dari data yang ada pada
Balai Penelitan dan Pengembangan (Balitbang) Lembaga Pengajaran Tartil Quran
(LPTQ) Nasional di Yogyakarta, tercatat pada tahun 1995 diseluruh Indonesia
kurang lebih telah tumbuh unit-unit TKA-TPA sebanyak 30.000 unit dengan santri mencapai
6 juta anak (Balitbang LPTQ Nasional: 1995). Tak hanya di dalam negeri, buku
Iqro ini juga sudah dipakai di luar negeri seperti negeri Jiran Malaysia,
Singapura, Bruney Darussalam, Arab Saudi, bahkan Amerika.
Sebenarnya selain metode Iqro dan penyusunnya,
masih banyak metode yang lain dari cara belajar membaca Al-Quran seperti metode
Qiroati, Hattaiyyah, metode Kamali, serta metode Al Barqy. Hanya saja yang
paling berpengaruh terhadap masyarakat serta paling banyak digunakan adalah
metode Iqro. Berkat disusunnya metode Iqro ini, kemudian dibarengi dengan
munculnya gerakan TK Al Quran, akhirnya seluruh tanah air Indonesia telah
mengalami gairah baru dalam mempelajari membaca Al Quran.
Kini, K.H. As’ad Humam telah meninggalkan kita
untuk selamanya. Pada awal Februari tahun 1996 dalam usia 63 tahun,
beliau dipanggil Allah SWT. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada
bulan Ramadhan hari Jum’at (2/2) sekitar Pukul 11:30. Jenazah KH. As’ad
Humam dishalatkan di mesjid Baiturahman Selokraman Kota Gede Yogya tempat ia
mengabdi. Beliau sangat layak disebut sebagai pahlawan bagi kita semua.
Meskipun beliau telah meninggal dunia, semoga Iqro menjadi ilmu yang
bermanfa’at dan menjadi amalan yang tidak pernah putus untuk KH. As’ad Humam
dan menambah kebaikan beliau di sisi Allah SWT. Aamiin.
[sumber: majelis ribaathulmuhibbiin]
respect...
BalasHapus