Oleh : Didi Eko Ristanto
Memang panik bila mendapati anak anda rewel,
apalagi sampai menjerit-jerit. Belum lagi jika saat itu anda sedang
repot dengan pekerjaan rumah. Sehingga beberapa orang tua mendiamkan
anaknya yang menangis dengan tayangan televisi. Ketika ada yang yang mengkritik, anda akan bilang, “Ah yang penting anak saya mau diam.”
Sudah setahun ini saya telah menghilangkan televisi
dari rumah saya. Di dalam rumah tidak boleh ada televisi.
Alhamdulillah, sejauh ini saya, istri dan anak sudah terbiasa dan tidak
tergoda untuk ‘memelihara’ televisi di rumah. Sebagai gantinya, kita
menonton film di laptop atau membaca buku. Kalau menonton film di laptop
anda bias memilih film sesuai selera anda dan yang sesuai dengan
pendidikan dan perkembangan jiwa anak-anak. Sedangkan menonton televisi
anda tidak akan dapat menyaringnya. Kalau pun yang ditonton acara yang
mendidik, belum tentu tayangan iklannya mendidik.
Saat anak saya menangis, saya atau istri saya akan
berusaha semaksimal mungkin menenangkannya dengan cara lain selain
menggunakan alat-alat elektronik. Biasanya kita ajak anak berdialog.
Menanyakan baik-baik apa yang dia inginkan. Jika dia minta sesuatu yang
berbahaya atau terlarang semisal minta hujan-hujanan padahal hari sudah
malam, maka kita akan larang dia dengan penjelasan tentang akibat buruk
dan bahayanya.
Memang agak sulit berdialog dengan anak pada
mulanya, apalagi anak saya saat ini baru berusia 2,5 tahun. Tapi jika
anda mau bersabar dan tidak mudah menyerah, lama-lama anak akan terbiasa
dengan cara mendidik seperti ini. Saya sangat menghindari kata
“POKOKNYA TIDAK BOLEH!” saat melarang anak melakukan sesuatu atau minta
sesuatu. Kata-kata itu justru semakin membuat anak menjadi-jadi
tangisannya. Atau kalaupun dia mau diam. Itu karena diam yang terpaksa
karena ketakutan dan masih menyimpan kemarahan atau bahkan kebencian.
Anak saya Alhamdulillah sudah bisa saya ajak
diskusi dan negoisasi atas keinginan dia yang tidak selaras dengan
keinginan orang tua. Kita berdua juga sepakat jika memerintah harus
menggunakan kata tolong dan mengucapkan terima kasih pada anak jika dia
mau menuruti perintah kita. Jika melarang, maka melarang dengan
menggunakan penjelasan yang lemah lembut dan penuh perhatian.
Sebisa mungkin hindari televisi untuk mendiamkan
anak yang rewel atau menangis. Hal itu hanya menunjukkan kelemahan anda
sebagai orang tua dalam mengatasi anak yang rewel. Dan
lebih aneh lagi adalah jika orang tua mendiamkan anaknya dengan
bentakkan apalagi pukulan. Dengarkan dengan sabar tangisnya, jangan
panik, cari solusi dan celahnya. Perhatikan apa yang anak inginkan atau
keinginan tersembunyi di balik kerewelannya. Lalu anda negosiasikan
dengan apa yang orang tua inginkan. Tapi jangan membohongi dengan
janji-janji palsu atau bohong. Saya paling benci melihat orang tua yang
mendiamkan anaknya yang menangis dengan kata-kata bohong, semisal “Diam,
nanti ada hantu loh. Atau nanti ditangkap polisi, atau nanti digigit
kucing dsb.”
Nikmati waktu romantis anda bersama anak. Jangan
biarkan waktu indah itu direnggut oleh televisi. Anda harusnya cemburu
bila anak lebih dekat dan lebih perhatian kepada televisi daripada
kepada anda yang sudah melahirkan dan merawatnya. Satu hal yang harus
anda ingat baik-baik. Masa anak-anak itu sangat singkat. Sekali lagi,
masa anak-anak itu sangat singkat. Sehingga nanti akhirnya anak-anak
anda tumbuh jadi remaja dan lebih suka bergaul dengan kawan-kawannya. Maka nikmatilah masa singkat itu dengan bergaul dan banyak membersamai mereka.
Terakhir, efek jangka panjang yang akan anda terima
atau bahkan sudah anda rasakan sekarang dari televisi adalah anak susah
diatur. Jika anda menyuruhnya untuk mandi atau untuk belajar apalagi
untuk menyapu lantai, anak anda akan menjawab, “Nanti dulu pa, nanti
dulu ma, filmnya lagi seru nih!.” Praktis, televisi lebih dia taati
daripada anda orang tuanya. Apa anda tidak cemburu dengan televisi?.
Itulah mengapa saya semakin mantap untuk tidak ‘memelihara’ televisi di
rumah. Agar tidak tergoda mendiamkan anak yang menangis dengan televisi
salah satunya. Anda mau coba memuseumkan televisi anda?
0 komentar:
Posting Komentar